Senin, 29 November 2010

KELOMPOK SOSIAL

Kelompok sosial atau sosial group dapat diartikan sebagai himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antar mereka, di mana hubungan tersebut menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.

Namun kelompok sosial itu dapat pula mirip dengan dengan situasi massa jika suatu perkumpulan yang berstruktur telah mempunyai anggota cukup banyak, misalnya suatu organisasi massa yang anggotanya satu persatu jarang mengadakan interaksi serba intensif dan yang kadang-kadang saja berkumpul dalam jumlah yang lengkap, sehingga interaksi antara anggotapun terbatas.

Untuk membedakan kelompok sosial dengan kelompok-kelompok lainnya, maka ada beberapa persyaratan untuk kelompok sosial, diantaranya sebagai berikut;;
1. setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok
2. adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain
3. suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat , faktor tersebut berupa; kesamaan nasib,kepentingan tujuan, ideologi dan politik
4. memiliki struktur, kaidah, dan mempunyaipola prilaku
5. memiliki sistem an melalui proses

Menurut Charles Horton Cooley, dalam bukunya Social Organization ( 1909 )kelompok sosial dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder
1. Kelompok Primer ( primary group )
Yaitu pengelompokan anggota-anggota masyarakat yang terorganisir secara adat, baik berdasarkan ikatan kedaerahan maupun hubungan darah. Contoh marga di Sumatera, trah di jawa dan suku di Papua
Dalam kelompok primer terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat diantara mereka dari pada kelompok sekunder. Dalam kelompok primer terjadi hubungan yang face to face group, yaitu kelompok sosial yang anggotanya sering berhadapan muka antara astu dengan yang lainnya dan saling mengenal dari dekat, sehingga saling berhubungan lebih erat.
Peranan kelompok primer dalam kehidupan individu besar sekali karena karena di dalam kelompok inilah individu berkembang dan dididik sebagai mahluk sosial. Di dalam kelompok inilah individu mengembangkan sifat-sifat sosial seperti mengindahkan norma-norma, melepaskan kepentingan dirinya demi kepentingan kelompok, belajar bekerjasama dengan individu lain,dan mengembangkan kecakapannya guna kepentingan kelompoknya.
Contoh kelompok primer adalah, keluarga, rukun tetangga,kelompok kawan sepermainan, kelompok belajar dsb. Sifat interaksi dalam kelompok primer ini bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati.

2. Kelompok Sekunder ( secoundary group )
Yaitu pengelompokan anggota-anggota masyarakat yang terorganisir secara sistematis untuk tujuan-tujuan tertentu.. Kelompok sekunder tersebut biasa dinamakan perkumpulan atau asosiasi.
Contoh kelompok sekunder antara lain; Koperasi, Perseroan Terbatas / PT, Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ),Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ? PSSI.

Kelompok sosial dapat dibedakan juga berdasarkan kelompok formal dan kelompok informal. Inti perbedaannya, bahwa kelompok formal adalah kelompok yang berstatus resmi sedangkan kelompiok informal adalah kelompok yang tidak berstatus resmi.
Dalam kelompok formal terdapat pembagian tugas yang jelas, perbedaan peran sosial dan hierarkhi tertentu, serta norma pedoman tingkah laku bagi para anggotanya dan konvensi-konvensinya. Sebaliknya pada kelompok informal ciri-ciri tersebut kurang begitu jelas.
Di dalam suatu kelompok resmi atau sekunder yang serba besar mungkin pula terbentuk kelompok infotmal yang terdiri atas beberapa orang atau beberapa keluarga, yang mempunyai pengalaman bersama danyang bersifat interaksinya berdasarkan saling pengertian yang lebih mendalam karena pengalaman dan pandangan-pandangan yang sama.

gemeinschaft dan gessellschaft dalam masyarakat multikultural

Kontak sosial di desa yang masih rendah dan juga struktur sosialnya yang tidak terlalu rumit bisa jadi merupakan faktor yang membentuk desa menjadi daerah yang gemeinschaft. Mereka masih memiliki cukup waktu untuk dihabiskan bersama-sama. Lagipula, masing-masing penduduknya masih bisa membaur dengan linkungannya tidak peduli status sosialnya, semua masih bisa dilakukan bersama-sama. Satu orang saja yang punya gawe bisa saja satu kampung ikut cawe-cawe turun membantu terlaksanannya hajat tersebut.

Bila dibandingkan dengn kehidupan di kota tentu saja hal ini berbeda jauh sekali. Kontak sosial yang cukup padat menyebabkan masyarakat kota kurang memiliki cukup waktu untuk berkumpu dengan masyarakat di sekitar rumahnya. Bukannya saya mengatakan masyarakat kota enggan berkumpul dan berorganisasi. Justru masyarakat kota lebih terbuka terhadap kegigatan berkumpul dan berorganisasi. Tapi tetap saja mereka tergolong gesellschaft bukannya gemeinschaft. Hal ini terjadi karena mereka lebih sering berkumpul dan berorganisasi dengan kelompok masyarakat lain di luar lingkungan tempat tinggalnya.

Struktur sosial di kota yang sangat rumit juga membuat masyarakat kota lebih susah membaur. Hal ini terjadi karena di kota memang ada aktifitas yang hanya bisa dinikmati oleh orang yang berada dalam lapisan masyarakat tertentu. Katakanlah tempat-tempat clubbing mewah yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang berduit sahaja. Intinya orang miskin tidak selalu bisa mengikuti aktivitas masyarakat, bukan karena tidak mau mengikuti tapi karena memang tidak memiliki akses untuk mengikuti.

Menurut Ferdinan Tonnies Kelompok sosial dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu gemeinschaft dan gesellschaff.
Gemeinschaft atau paguyuban dapat disamakan dengan kelompok primer, yaitu bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang mureni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Bentuk paguyuban dapat dijumpai di dalam keluarga,kelompok kekerabatan, rukun tetangga dan sebagainya
Gesellschaft atau petembayan dapat disamakan dengan kelompok sekunder, yaitu merupakan ikatan secara lahir yangbersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek . Bentuk petembayan terdapat di dalam hubungan perjanjian yangbersifat hubungan timbal-balik seperti, ikatan antar pedagang, organisasi dalam suatu perusahaan.

KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

A. KELOMPOK SOSIAL DAN MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Manusia dikenal sebagai makhluk sosial yang pada prinsipnya hidup berkelompok baik di lingkungan maupun di masyarakat. Keberadaan ini merupakan proses untuk berinteraksi atau berhubungan dengan yang lain. Dalam ilmu sosiologi kelompok sosial sering juga disebut dengan kerumunan yang dapat diartikan sebagai individu-individu yang berada pada tempat yang sama. Akan tetapi tetaplah ada perbedaan antara kerumununa dengan kelompok sosial.

Perbedaan antara kelompok sosial dengan kerumunan tersebut dibawah ini adalah :

Kelompok sosial Kerumunan

1. Bersifat tetap 1. Bersifat sementara

2. Memiliki tujuan sama 2. Tujuan berbeda

3. Interaksi jelas dan terfokus 3. Interaksi tidak terfokus

4. Mengarah pada pembentukan 4. Tidak mengarah pada pembentukan

Masyarakat

Di dalam kelompok sosial terdapat bermacam macam suku bangsa, ras, agama dan budaya sehingga terbentuklah masyarakat multikultural. Kata MASYARAKAT MULTIKULTURAL dapat kita pilah menjadi tiga kata yaitu :

a. Masyarakat

Artinya adalah sebagai satu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama.

b. Multi

Berarti banyak atau beraneka ragam

c. Kultural

Berarti Budaya

Masyarakat Multikultural adalah kesatuan manusia atau individu yang memiliki beraneka ragam budaya. Oleh karena itu dalam masyaarakaatterdapat beranekaragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda-beda.

Berikut ini pandangan ahli sosiologi tentang masyarakat multikultural

J.S FURNIVALL

Masyarakat multikultural terbentuk oleh dua atau lebih komunitas (kelompok), mereka ini secara budaya dan ekonomi terpisah satu sama lain. Struktur kelembagaan yang terdapat di dalam kelompok tersebut berbeda satu dengan lain.

NASIKUN

Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang menganut banyak nilai. Hal ini terbentuk karena kelompok sosial yang ada di dalamnya memiliki sistem nilai tersendiri.

PIERRE L. VAN DE BERGHE

Masyarakat multikultural memiliki karakteristik sebagai berikut ini

a. Memiliki sub kebudayaan

b. Struktur sosial yang terbentuk rawan terjadi konflik

c. Integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi

CLIFFORT GEERTZ

Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang memiliki ikatan-ikatan primordialitas. Ikatan ini kemudian berkaitan erat dengan label yang diberikan oleh individu/kelompok lain, dengan demikian setiap individu/kelompok memiliki karakter yang berbeda dengan yang lain.

Keaneka ragaman dalam masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :

1. Memiliki lebih dari subkebudayaan.

2. Membentuk sebuah struktur sosial.

3. Membagi masyarakat menjadi dua pihak, yaitu pihak yang mendominasi dan yang terdominasi.

4. Rentan terhadap konflik sosial.

Dalam multikultural akan dijumpai perbedaan-perbedaan yang merupakan bentuk keanegaragaman seperti budaya, ras suku, agama. Dalam masyarakat multi kultural tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas dengan mayoritas baik secara hukum maupun sosial. Kelompok sosial memiliki hubungan erat dengan masyarakat multikultural yaitu hubungan

1. Kelompok sosial sebagai unsur pembentuk masyarakat multikultural.

Macam-macam kelompok sosial belum tentu membentuk sebuah masyarakat multikultural, namun demikian masyarakat multi kultural tidak akan terwujud tanpa adanya kelompok sosial. Kelompok sosial dikatan sebagai salah satu unsur pembentuk masyarakat multikultural.

2. Kelompok sosial sebagai dinamisator masyarakat multikultural

Urutan terbentuknya masyarakat multikultural adalah sebagai berikut;

a. Individu

b. Kelompok sosial

c. Masyarakat

d. Masyarakaat multikultural

Dari urutan tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial merupakan unsur pembentuk masyarakat multikultural. Konflik pada mayarakat multukultural dapat saja terjadi karena didalamnya terdiri beranekaragam perbedaan akan tetapai hal ini dapat dicegah dengan cara masing-masing saling menjaga diri maupun menghargai.

3. Kelompok sosial sebagai pengikat masyarakat multikultural

Untuk mempertahankan masyarakat multikultural yang sudah baik perlu dibuat pengikat individu maupun kelompok agar tetap tejaga dengan baik. Pengikat hanya dapat dilakukan dengan bentuk loyalitas angota kelompok tersebut.

B. MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI INDONESIA

Masyarakat indonesia yang memiliki beraneka ragam budaya, bangsa, ras, suku, agama dan adat istiadat maka hal ini mejadi modal terbentuknya masyarakat multikultural.

1. Faktor penyebab timbulnya masyarakat multikultural di Indonesia

Timbulnya masyarakat multikultural di Indonesia dianalisa sebagai dampak dari adanya

a. Keanekaragaman Ras.

Ada tiga ras yang dapat kita sebutkan yaitu

1. Ras Mongoloid

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini

- Kulit berwarna kuning samap sawo matang

- Rambut lurus

- Bulu badan sedikit

- Mata sipit

2. Ras Kaukasoid

Memiliki ciri-ciri berikut ini

- Hidung mancung

- Kulid putih

- Rambut pirang sampai coklat

- Kelopak mata lurus

3. Rasa negroid

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut

- Rambut keriting

- Kulid hitam

- Bibir tebal ddan kelopak mata lurus

b. Keanekaragaman suku bangsa

Di indonesia banyak dijumpai beranekaragaman suku bangsa, bahasa, adat istiadat maupun etnis yang menjadikan bentuk masyarakat multikultural.

c. Keanekaragaman golongan.

Golongan didasarkan pada persamaan tujuan atau kepentingan, sedangkan di Indonesia terdiri dari beranekaragam golongan yang membentuk masyarakat multikultural.

d. Keanekaragaman agama dan kepercayaan

2. Karakteristik masyarakat multikultural di Indonesia

Konflik terjadi karena adanya perbedaan yang dapat kita lihat dari masyarakat multikultural termasuk di Indonesia. Hal ini sering kita lihat adanya konflik baik di daerah maupun di perkotaan. Masyarakat indonesia dapat dikatan sebagai masyarakat mutikultural yang belum sempurna, hal ini dapat kita lihat dari beberapa hal yaitu :

a. Masih terdapat dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya

b. Struktur sosial yang ada lebih banyak menguntungkan pihak yang mendominasi

c. Konflik sosial yang muncul masih sering berlanjut dengan kekerasan

Masalah yang muncul dalam masyarakat multikultural adalah sebagai berikut ;

a. Masalah Kultural

1. Loyalitas yang berlebihan

Mementingkan diri sendiri/kelompok secara berkelebihan secara membabi buta, akibatnya akan menghambat penyatuan dengan kelompok lain.

2. Etnosentris

Pandangan yang menganggap rendah kebudayaan dari kelompok lain.

3. Eksklusivisme

Sikap enggan berinteraksi dengan kelompok lain. Hal ini menjadikan sikap tertutup.

b. Masalah Kultural

Biasanya hal ini menyangkut masalah kondisi politik dan ekonomi. Kondisi politik yang tidak demokratis masyarakat ekonomi lemah akan semakin berat menanggung beban hidup.

C. KEANEKARAGAMAN KELOMPOK SOSIAL

Kelompok sosial yang ada pada masyarakat multikultural bermacam-macam. Berikut ini adalah macam-macam kelompok sosial di masyarakat menurut pandangan para ahli sosiologi.

1. Solidaritas Mekanik dan organik.

Diperkenalkan oleh EMILE DURKHEIM bahwa kelompok manusia terbagi atas dua yaitu kelompok manusia didasarkan pada:

a. Segi mekanik

Merupakan bentuk naluriah yang ditentukan oleh pengaruh ikatan geografi, biogenetik dan keturunan lebih lanjut. Setiap kelompok dapat memenuhi kebutuhan tanpa bantuan dari pihak lain. Setiap anggota diikat oleh kesadaran kolektif sebagai satu kelompok dan kepercayaan yang bersifat memaksa.

b. Segi Fungsional

Merupakan hasil kesadaran manusia atau keinginan yang rasional. Bentuk solidaritas bersifat mengikat sehingga terbentung ketergantungan. Pengikatan berdasarkan kesepakatan yang terjalin.

2. Gemeinschaft dan Gesellsschaft

Konsep ini diperkenalkan oleh ahli sosiologi dari Jerman FERDINAND TONNIES yang berpendapat kelompok masyarakat terbagi menjadi :

a. Gemeinschaft

Adalah bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang bersifat alamiah dan kekal, hal ini dapat terbentuk pada ikatan keturunan contohnya keluarga.

Jenis-jenis Gemeinschaft terbagi menjadi 3 yaitu:

- Blood yaitu mengacu pada ikatan kekerabatan ( garis keturunan )

- Place yaitu merupakan ikatan berdasarkan kedekatan tempat tinggal atau tempat bekerja.

- Mind yaitu mengacu pada hubungan persahabatan baik karena keahlian, pekerjaan atau pandangan yang sama.

b. Gesellsschaft

Adalah kelompok yang didasari oleh ikatan lahiriah yang jangka waktunya terbatas, contohnya ikatan para pedagang atau pekerja, buruh yang memiliki kepentingan secara rasional.

Perbedaan yang dapat kita simpulkan antara Gemeinschaft dengan gesellschaft

Gemeinschaft : Individu tetap menyatu walaupun ada perbedaan kelompok.

Gesellschaft : Walaupun menyatu tetap saja sebagai individu yang terpisah.

3. Kelompok Primer dan Sekunder

COOLEY DAN FARIS menyebutkan ada dua tipe kelompok dalam masyarakat, yaitu kelompok;

a. Primer

Ditandai dengan pergaulan dan kerjasama tatap muka yang intim, ruang lingkupnya adalah keluarga, teman maupun rukun warga.

b. Sekunder

Ditandai dengan pergaulan yang formal, tidak pribadi dan bercirikan kelembagaan, misalnya partai politik atau organisasi formal lainnya.

4. In-Group dan out-group

Diperkenalkan oleh WILLIAM GRAHAM SUMMER yang membagi kelompok masyarakat menjadi dua yaitu:

a. In Group

Kelompok dalam artinya hanya melibatkan dari dalam kelompoknya saja. Biasanya memiliki ciri-ciri adanya persahabatan, kerjasama, keteraturan, kedamaian, solidaritas yang tinggi.

b. Out group

Sikap yang dilakukan terhadap kelompok lain.

Masyarakat Majemuk

Masyarakat Majemuk

Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi atau pada jaman penjaajhan Belanda dan penjaajhan Jepang di Indonesia. Dan, ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Dalam tulisan singkat ini akan ditunjukkan bahwa perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita perjuangkan untuk dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini akan dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia majemuk, yang seringkali salah diidentifikasi oleh para ahli dan orang awam sebagai masyarakat multikultural. Uraian berikutnya adalah mengenai dengan penjelasan mengenai apa itu golongan minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan golongan dominan, dan disusul dengan penjelasan mengenai multikulturalisme. Tulisan akan diakhiri dengan saran mengenai bagaimana memperjuangkan hak-hak minoritas di Indonesia.



Masyarakat Majemuk Indonesia

Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional, yang biasanya dilakukan secara paksa (by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah negara. Sebelum Perang Dunia kedua, masyarakat-masyarakat negara jajahan adalah contoh dari masyarakat majemuk. Sedangkan setelah Perang Dunia kedua contoh-contoh dari masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Suriname. Ciri-ciri yang menyolok dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah hubungan antara sistem nasional atau pemerintah nasional dengan masyrakat suku bangsa, dan hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional. Dalam perspektif hubngan kekuatan, sistem nasional atau pemerintahan nasional adalah yang dominan dan masyarakat-masyarakat suku bangsa adalah minoritas. Hubungan antara pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa dalam masyarakat jajahan selalu diperantarai oleh golongan perantara, yang posisi ini di hindia Belanda dipegang oleh golongan Cina, Arab, dan Timur Asing lainnya untuk kepentingan pasar. Sedangkan para sultan dan raja atau para bangsawan yang disukung oleh para birokrat (priyayi) digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan penguasaan. Atau dipercayakan kepada para bangsawan dan priyayi untuk kelompok-kelompok suku bangsa yang digolongkan sebagai terbelakang atau primitif.



Dalam masyarakat majemuk dengan demikian ada perbedaan-perbedaan sosial, budaya, dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Dalam masyarakat Hindia Belanda, pemerintah nasional atau penjajah mempunyai kekutan iliter dan polisi yang dibarengi dengan kekuatan hukum untuk memaksakan kepentingan-kepentingannya, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Dalam struktur hubungan kekuatan yang berlaku secara nasional, dalalm penjajahan hindia Belanda terdapat golongan yang paling dominan yang berada pada lapisan teratas, yaitu orang Belanda dan orang kulit putih, disusul oleh orang Cina, Arab, dan Timur asing lainnya, dan kemuian yang terbawah adalah mereka yang tergolong pribumi. Mereka yang tergolong pribumi digolongkan lagi menjadi yang tergolong telah menganl peradaban dan meraka yang belum mengenal peradaban atau yang masih primitif. Dalam struktur yang berlaku nasional ini terdapat struktur-struktur hubungan kekuatan dominan-minoritas yang bervariasi sesuai konteks-konteks hubungan dan kepentingan yang berlaku.



Dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah penajajahan Jepang yang merupakan pemerintahan militer telah memposisikan diri sebagai kekuatan memaksa yang maha besar dalam segala bidang kehidupan masyarakat suku bangsa yang dijajahnya. Dengan kerakusannya yang luar biasa, seluruh wilayah jajahan Jepang di Indonesia dieksploitasi secara habis habisan baik yang berupa sumber daya alam fisik maupun sumber daya manusianya (ingat Romusha), yang merupakan kelompok minoritas dalam perspektif penjajahan Jepang. Warga masyarakat Hindia Belanda yang kemudian menjadi warga penjajahan Jepang menyadari pentingnya memerdekakan diri dari penjajahan Jepang yang amat menyengsarakan mereka, emmerdekakan diri pada tanggal 17 agustus tahun 1945, dipimpin oleh Soekarno-Hatta.



Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yang disemangati oleh Sumpah Pemuda tahun 1928, sebetulnya merupakan terbentuknya sebuah bangsa dalam sebuah negara yaitu Indonesia tanpa ada unsur paksaan. Pada tahun-tahun penguasaan dan pemantapan kekuasaan pemerintah nasional barulah muncul sejumlah pemberontakan kesukubangsaan-keyakinan keagamaan terhadap pemerintah nasional atau pemerintah pusat, seperti yang dilakukakn oleh DI/TII di jawa Barat, DI/TII di Sulawesi Selatan, RMS, PRRI di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Permesta di Sulawesi Utara, dan berbagai pemberontakan dan upaya memisahkan diri dari Republik Indonesia akhir-akhir ini sebagaimana yang terjadi di Aceh, di Riau, dan di Papua, yang harus diredam secara militer. Begitu juga dengan kerusuhan berdarah antar suku bangsa yang terjadi di kabupaten Sambas, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Maluku yang harus diredam secara paksa. Kesemuanya ini menunjukkan adanya pemantapan pemersatuan negara Indonesia secara paksa, yang disebabkan oleh adanya pertentangan antara sistem nasional dengan masyarakat suku bangsa dan konflik di antara masyarakat-masyarakat suku bangsa dan keyakinan keagamaan yang berbeda di Indonesia.



Dalam era diberlakukannya otonomi daerah, siapa yang sepenuhnya berhak atas sumber daya alam, fisik, dan sosial budaya, juga diberlakukan oleh pemerintahan lokal, yang dikuasai dan didominasi administrasi dan politiknya oleh putra daerah atau mereka yang secara suku bangsa adalah suku bangsa yang asli setempat. Ini berlaku pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten dan wilayah administrasinya. Ketentuan otonomi daerah ini menghasilkan golongan dominan dan golongan minoritas yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kesukubangsaan yang bersangkutan. Lalu apakah itu dinamakan minoritas dan dominan?



Hubungan Dominan-Minoritas

Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajad atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka itu hidup. Karena itu mereka merasakan adanya tindakan diskriminasi secara kolektif. Mereka diperlakukan sebagai orang luar dari masyarakat dimana mereka hidup. Mereka juga menduduki posisi yang tidak menguntungkan dalam kehidupan sosial masyarakatnya, karena mereka dibatasi dalam sejumlah kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka yang tergolong minoritas mempunyai gengsi yang rendah dan seringkali menjadi sasaran olok-olok, kebencian, kemarahan, dan kekerasan. Posisi mereka yang rendah termanifestasi dalam bentuk akses yang terbatas terhadap kesempatan-kesempatan pendidikan, dan keterbatasan dalam kemajuan pekerjaan dan profesi.



Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan dan pertentangannya dengan kelompok dominan, yaitu mereka yang menikmati status sosial tinggi dan sejumlah keistimewaan yang banyak. Mereka ini mengembangkan seperangkat prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam masyarakatnya. Prasangka ini berkembang berdasarkan pada adanya (1) perasaan superioritas pada mereka yang tergolong dominan; (2) sebuah perasaan yang secara intrinsik ada dalam keyakinan mereka bahwa golongan minoritas yang rendah derajadnya itu adalah berbeda dari mereka dantergolong sebagai orang asing; (3) adanya klaim pada golongan dominan bahwa sebagai akses sumber daya yang ada adalah merupakan hak mereka, dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang tergolong minoritas dan rendah derajadnya itu akan mengambil sumberdaya-sumberdaya tersebut.



Dalam pembahasan tersebut di atas, keberadaan dan kehidupan minoritas yang dilihat dalam pertentangannya dengan dominan, adalah sebuah pendekatan untuk melihat minoritas dengan segala keterbatasannya dan dengan diskriminasi dan perlakukan yang tidak adil dari mereka yang tergolong dominan. Dalam perspektif ini, dominan-minoritas dilihat sebagai hubungan kekuatan. Kekuatan yang terwujud dalam struktur-struktur hubungan kekuatan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat-tingkat lokal. Bila kita melihat minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan mayoritas maka yang akan dihasilkan adalah hubungan mereka yang populasinya besar (mayoritas) dan yang populasinya kecil (minoritas). Perspektif ini tidak akan dapat memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi. Karena besar populasinya belum tentu besar kekuatannya.



Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuakn yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas, atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lalin yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan. Menurut pendapat saya, cara yang terbaik adalah dengan merubah masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat multikultural (multicultural society), dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa Indonesia untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.



Multikulturalisme dan Kesederajatan

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.



Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuakn sewenang-wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi multikulturalisme ini pernah saya usulkan untuk dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan dan dimantapkan melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis.



Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.



Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup.

Minggu, 14 November 2010

KESADARAN NASIONAL, IDENTITAS, DAN PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

A. Pengaruh Perluasan Kekuasaan Kolonial, Perkembangan Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam Terhadap Munculnya Nasionalisme Indonesia

1. Pengaruh kekuasaan kolonial

Sejak awal kedatangan imperialisme Barat, sebagian besar bangsa Indonesia memang belum memiliki dasar pendidikan yang cukup. Pengetahuan yang mereka miliki pada umumnya sangat tradisional dan diperoleh secara turun – temurun. Bangsa – bangsa Barat pun berusaha menguasai Indoensia secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Silih berganti seperti Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda menguasai Indoensia.

Pada masa pendudukannya di Indonesia Belanda menerapkan Pax Nederlandica, yaitu Belanda berusaha menyatukan wilayah Hindia Belanda dalam satu kekuasaan yang terpusat. Hal inilah yang menimbulkan kesadaran bangsa Indonesia dalam mewujudkan pergerakan nasional.

Sejalan dengan berkembangnya paham imperialisme modern di Eropa yang lebih menitikberatkan pada eksploitasi ekonomi, maka dikenallah Politik pintu terbuka, yaitu pemerinta Belanda membuka kesempatan yang seluas – luasnya kepada pemilik modal asing atau perusahaan – perusahaan asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu politik tersebut banyak mendapat kritkan dari berbagai tikoh, antara lain Baron van Hauvel dan Van Deventer.

a. Politk Etis

Setelah mendapat berbagai kritikan atas kebijaksanaan Politik Pintu Terbuka, maka pemerintah Belanda mulai merencanakan programnya untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat dengan perbaikan di bidang irigasi, transmigrasi, dan pendidikan. Politik ini dikenal dengan Politik Etis atau Politik Balas Budi. Politik Etis maksudnya adalah kebijaksanaan yang didasarkan rasa kemanusiaan. Politik Balas Budi maksudnya adalah kebijaksanaan yang dianggap sebagai usaha perbaikan jasa rakyat dan tanah air Indonesia yang telah banyak sekali memberi keuntungan dan kemakmuran bagi Belanda.

b. Tujuan Politik Etis

1. Edukasi, yaitu menyelenggarakan pendidikan

2. Irigasi, yaitu membangun sarana dan jaringan penarian .

3. Kolonisasi, yaitu mengorganisasikan perpindahan penduduk

2. Perkembangan Pendidikan Barat pada Masa Kolonial Belanda

Sejak dilaksanakannya Politik Etis, pemerintah Belanda kemudian banyak mendirikan sekolah dan berjejang mulai dari sekolah yang setingkat SD sampai pendidikan tinggi. Kemudian yang dimaksud dengan pendidikan kolonial adalah pendidikan yang diorganisasi oleh pemerintah kolonial.

Penyelenggaraan pendidikan itu seiring dengan kepentingan pemerintah itu sendiri, berupa kebutuhan akan pegawai terdidik dan terampil, baik di kantor pemerintah atau perkebunan. Karena kepentingan tersebut, pada mulanya pendidikan tidak merata untuk semua orang.

Pelaksanaan pendidikan bagi bangsa Indonesia yang diselenggarakan pemerintah kolonial Belanda mempunyai ciri – ciri sebagai berikut.

a. Penerapan prinsip gradualisme (berangsur – angsur, lambat dan bertahap dalam penyediaan pendidikan bagi anak – anak Indonesia.

b. Dijalakannya sistem dualisme dalam pendidikan yang membedakan pendidikan bagi anak Belanda dan pendidikan bagi bumi putera.

c. Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan terbatas, yaitu untuk menghasilkan pegawai administrasi.

d. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sitematis untuk pendidikan bagi anak .

Berikut ini adalah sekolah – sekolah yang berdiri pada masa kolonial Belanda :

a. Pendidikan Setaraf SD, meliputi sekolah – sekolah :

1. Eerste Klasse School (Sekolah Kelas Satu0, yang diperuntukkan bagi anak – anak bangsawan Indonesia, dengan lama pendidikan 4 – 5 tahun.

2. Twede Klasse School (Sekolah kelas satu), yang diperuntukkan bagi anak – anak masyarakat biasa dengan lama pendidikan 3 tahun.

3. Volkschool (Sekolah Desa ), lama pendidikan 3 tahun.

4. Vervolgschool (Sekolah lanjutan), sebagai lanjutan dari Volkschool, lama pendidikan 2 tahun.

5. Schakel School (Sekolah Schakel), yaitu sekolah sambungan yang dapat dilanjutkan ke MULO, lama pendidikan 5 tahun.

6. europese Lagere School /ELS (Sekolah Belanda), Lama pendidikan 7tahun

7. Hollands Inlandse School/HIS (Sekolah Hindia Belanda), lama pendidikan 7 tahun.

8. Hollands Chinese School/HCS (Sekolah cina), lama pendidikan 7 tahun.

b. Pendidikan Setaraf SMP/SMA, yaitu :

1. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs/MULO (Pendidikan Rendah Lebih Ekstensif) lama pendidikan 3 – 4 tahun

2. Algemene Middelbare School /AMS (Sekolah Menengah Umum), sebagai lanjutan dari MULO, lama pendidikan 3 tahun

3. Hogere Burgerreschool/HBS (Sekolah Menengah), lama pendidikan 5 tahun

4. Kweek School/KS (Sekolah Guru), lama pendidikan 6 tahun.

c. Pendidikan Tinggi meliputi :

1. Opleiding school voor Inlandse Ambtenaren / OSVIA (Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi)

2. School tot Opleding van Indische Artsen / STOVIA (Sekolah Kedokteran Jawa)

3. Rechts Hooge School / RHS (Sekolah Hakim Tinggi

4. Technishe Hooge School (Sekoalh Teknik Tinggi)

Pendidikan barat tersebut pada kenyataannya hanya dapat dinikmati sebagian kecil anak Indonesia yang memiliki intelektual, dan keuangan yang cukkup. Hal ini karena Belanda tetap berusaha mempersempit kesempatan belajar bagi anak Indonesia dan membuat pendidikan rakyat Indonesia serendah dan selambat mungkin. Meski demikian, politik etis di bidang pendidikan ini nantinya akan melahirkan kaum cerdik pandai yang akan membahayakan kedudukan Belanda sendiri di Indonesia.

3. Perkembangan Pendidikan Indonesia

Ciri pendidikan Islam yaitu :

a. Pendidikan tradisional

b. Pendidikan modern

Metode yang dipakai dalam pendidikan tradisional dilakukan dalam sebuah wadah pesantren. Selain menggunakan media pesantren, proses pendidikan Islam juga dilaksanakan di masjid, langgar atau surat – surau.

Munculnya pendidikan ala Barat menimbulkan pemikiran pada tokoh Islam untuk menggabungkan metode Islam tradisional degan metode modern ala Barat. Sistem dan metode ilmu agama Islam, namun mata pelajaran lain juga dipelajari.

B. Lahirnya Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia tumbuh pertama kali di kalangan terpelajar. Latar belakang kesadaran akan nasionalisme Indonesia aalah sebagai berikut :

1. Kalangan terpelajar dari berbagai daerah menyadari nasib yang sama sebagai jajahan Belanda

2. Nasib sama itu lebh lanjut memunculkan tekad untuk merdeka sebagai satu bangsa.

Menyadari bahwa bangsa Indonesia memiliki nasib dan tujuan yang sama maka memunculkan kesadaran kebangsaan dan lahirlah pergerakan nasional dalam mewujudkan Indonesia merdeka.

Upaya memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia menghadapi kendala amat berat. Hal ini disebabkan oleh hal berikut :

1. Politik kolonialisme Belanda sudah sudah tertanam lama di tengah kehidupan masyarakat Indonesia

2. Tidak semua masyarakat Indonesia mau merdeka, terutama yang merasakan keuntungan dari pemerintah kolonial.

3. Sebagian besar masyarakat belum menyadari sebagai suatu bangsa mereka masih terikat pada daerah masing – masing.

C. Peranan Golongan Terpelajar, Profesional, dan Pers dalam menumbuh Kembangkan Kesadaran Nasional Indonesia.

Munculnya golongan cerdik pandai membangkitkan kekuatan sosial baru dalam memperjuangkan perbaikan nasib rakyat Indonesia. Mereka tidak hanya menuntut kesejahteraan tetapi juga kemerdekaan nasional.

1. Peranan Golongan Terpelajar

Kebijaksanaan Politik Etis yang diperkenalkan pemerintah Belanda pada tahun 1901, mendorong terbentuknya kelompok sosial baru yaitu kelompok terpelajar atau golongan elite modern yang disebut priyayi. Berakt pendidikan yang mereka terima, kaum terpelajar mempunyai dasar baru yaitu nasionalisme Indonesia. Golongan elite inilah yang menjadi agen dan pelopor peruahan. Perjuangan mereka menggunakan cara – cara baru yaitu pembuatan organisasi dan pers sebagai salah satu media komunikasi modern. Tokoh – tokoh elite modern bermunculan seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ir. Soekarno. Mereka tergerak untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan dengan menumbuhkan jiwa nasionalisme di dada para pemuda Indonesia.

2. Peranan Golongan Profesional

Tumbuhnya semangat nasionalisme tertuang dalam berbagai bentuk organisasi kebangsaan. Organisasi – organisasi tersebut pada dasarnya menumbuhkan harga diri dan kepercayaan sebagai manusia merdeka serta kesadaran nasional yang mengarah pada perjuangan untuk lepas dari perjajahan.

3. Peranan Pers

Pers sangat berperan penting dalam menumbuhkan kesadaran nasional. Pers tidaka hanya sekadar memberikan informasi tentang berbagai hal, tetapi juga dapat memengaruhi dan membentuk opini masyarakat. Atas kesadaran ini pada masa pergerakan nasional hampir setiap partai politik dan organisasi massa yang ada di Indonesia mempunyai surat kabar atau majalah.

Pers nasional terus berkmbang sejalan dengan berkobarnya semangat kebangkitan nasional. Pers merupakan alat perjuangan sekaligus pembangkit dan penyebar cita – cita kemerdekaan telah terbit di berbagai kota di bawah pimpinan para tikoh perintis perjuangan kemerdekaan. Beberapa contoh surat kabar / pers pada masa pergerakan nasional antara lain :

a. Darmo Kondo (Surat kabar milik Budi Utomo)

b. Oetoesan Hindia (Surat kabar milik Serikat Islam)

c. De Express dan Het Tijdschrift (Milik organisasi Indische Partij)

d. Hindia Putra, kemudian diganti Indonesia Merdeka (Milik Perhimpunan Indonesia)

e. Mataram (Surat kabar yang beredar di Yogyakarta yang memuat masalah pendidikan, seni dan budaya)

Munculnya berbagai surat kabar tersebut mendapat reaksi dari pemerintah Belanda, yaitu :

a. Memberikan peringatan, jika kritiknya terlalu tajam.

b. Penutupan izin penelitian, jika kritiknya menyerang pemerintahan kolonial Belanda seperti yang dilakukan De Express.

c. Penangkapan staf redaksi dan penulisnya, jika kritikanya mendiskriditkan pimpinan/penjabat pemerintah kolonial Belanda

Bentuk dan Strategi Organisasi Pergerakan nasional dalam Menghadapi Kekuasaan Kolonial

1. Budi Utomo

Budi Utomo yang merupakan organisasi modern pertama di Indonesia sebenarnya berawal dari ide dr. Wahidin Sudirohusodo untuk mendirikan studifonds guna menghimpun dana untuk memberikan beasiswa bagi pelajar yang tidak mampu tapi berpotensi. Dalam perkembangannya, ide itu berubah menjadi pendirian sebuah organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 di gedung STOVIA. Tujuan organisasi Budi Utomo pada awal berdirinya adalah “kemajuan yang harmonis untuk nusa dan bangsa serta Madura

Tujuan tersebut akan dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Memajukan pengajaran,
2. Memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan,
3. Memajukan teknik dan industri,
4. Menghidupkan kembali kebudayaan.

Dengan melihat tujuan yang akan dilakukan, menunjukkan bahwa Budi Utomo bukanlah organisasi politik.. Hal ini lebih dipertegas lagi dari hasil kongres I Budi Utomo (Oktober 1908) yang menghasilkan:
1. Budi Utomo tidak melakukan kegiatan politik.
2. Kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada pendidikan dan kebudayaan.
3. Ruang gerak Budi Utomo terbatas untuk Jawa dan Madura
4. Memilih RT. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, Kebumen sebagai ketua, dan
pusat Budi Utomo di Jogjakarta.

Cita-cita dan pandangan secara bertahap terarah ke bidang politik setelah berdirinya Serikat Islam dan Indische Partij. Sebagai bukti keterlibatan Budi Utmo dalam bidang politik, tampak ketika pada tanggal 5 - 6 Agustus 1915 di Bandung Budi Utomo menetapkan sebuah mosi yang menegaskan perlunya milisi (wajib militer) bagi bangsa Indonesia, karena adanya peristiwa Perang Dunia I. Selain itu, pada bulan Juli 1917 Budi Utomo membentuk Komite Nasional dalam rangka pemilihan anggota Voskraad. Meskipun demikian, secara umum gerak Budi Utomo sangat lamban, barulah pada sekitar tahun 1930 Budi Utomo terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sarekat Islam

Adanya monopoli dari para pedagang Cina terhadap bahan-bahan batik di Solo, menyebabkan keprihatinan bagi para pedagang. Dengan dipelopori oleh H. Samanhudi, maka didirikanlah sebuah organisasi pedagang yang bisa mengimbangi kekuatan pedagang Cina.

Organisasi itu diberi nama Sarekat Dagang Islam yang didasari :
1. agama, yaitu agama Islam
2. ekonomi yaitu untuk memperkuat diri dari pandangan Cina.

Dengan masuknya, HOS. Cokroaminoto , maka Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam, dengan tujuan agar anggotanya tidak hanya para pedagang, tetapi rakyat semua bisa masuk, kecuali pegawai negeri. hal ini menunjukkan bahwa semangat kebangsaan tokoh-tokoh Sarekat Dagang Islam lebih mengedepan dalam menentukan corak organisasinya.

Tujuan Sarekat Islam adalah :
• 1. Memajukan perdagangan
• 2. Membantu para anggotanya yang mengalamikesulitan terutama masalah permodalan
• 3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajad rakyat
• 4. Memajukan kehidupan agama Islam

Dalam perkembangannya, Sarekat Islam berubah sebagai organisasi yang besar tentu saja ini sangat menghawatirkan pemerintah Belanda. Maka pemerintah Belanda mulai mengadakan pembatasan terhadap gerak SI, misalnya penolakan pemerintah akan status badan hukum.

Adanya penolakan ini tentu saja berpengaruh terhadap perkembangan SI selanjutnya. Hal ini tampak pada semakin beraninya SI mengkritik pemerintah Belanda terutama praktik kolonialisme Belanda yang menyengsarakan rakyat. Dengan adanya sikap ini, berarti SI mulai berjuang ke arah politik.
Seiring dengan tumbuh berkembangnya organisasi pergerakan di Indonesia, maka dalam SI ada perpecahan yaitu setelah adanya anggota SI yang merangkap di organisasi yang lain, seperti ISDV. Dengan adanya infiltrasi komunis ke tubuh SI melalui

3. Indische Partij ( IP )

Organisasi yang secara tegas menyatakan bahwa bergerak dalam politik adalah Indische Partij yang didirikan oleh Tiga Serangkai yaitu :
- E.F.E Douwes Dekker (Danudirjo Setyobudi)/Multatuli
- Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantoro)
- Cipto Mangunkusumo

Didirikan pada 25 Desember 1912 dengan tujuan adalah mempersatukan semua India sebagai persiapan menuju kehidupan bangsa yang merdeka IP berdiri atas dasar nasionalisme yang luas dan menentang politik kolonial Belanda, maka IP bersifat nonkooperasi.

Cita-cita IP disebarluaskan melalui surat kabar “De Express”, sedangkan program kerja IP adalah :
- Mempersiapkan cita-cita kesatuan nasional pergerakan,
- Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan,
- Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antar agama yang satu dengan yang lain,
- Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan,
- Berusaha mendapat persamaan hak bagi semua orang Hindia,
- Dalam hal pengajaran dan ekonomi, harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan
memperkuat mereka yang ekonominya lemah.

Dengan menyatakan diri sebagai organisasi politik, maka pemerintah Belanda kemudian melarang partai itu. Meskipun IP dibubarkan, semangat dari para pemimpinnya tidak pernah luntur, yaitu tampak dari keberanian Suwardi Suryaningrat yang menulis buku Seandainya Saya Orang Belanda yang berisi sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Demikian juga dengan Douwes Dekker yang menyatakan bahwa pemerintahan jajahan adalah bukan pemerintah, tetapi kelaliman yang merupakan musuh rakyat yang paling berbahaya. Karena kegiatan dari tokoh IP dirasa membahayakan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin IP dijatuhi hukuman buang/pengasingan dan mereka memilih negara Belanda.

4. Muhammadiyah

Organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tanggal 18 Nopember 1912 dengan tujuan :
– 1. Memajukan pengajaran dan pendidikan berdasarkan agama Islam,
– 2. Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut peraturan
agama Islam yang diselaraskan dengan kehidupan modern.

Untuk mencapai tujuan itu maka dilakukan melalui cara :
- 1. Mendirikan, memelihara, dan membantu pendirian sekolah berdasarkan agama Islam,
- 2. Mendirikan dan memelihara masjid, langgar, poliklinik, dan rumah yatim dan kegiatan social
- 3. Menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dalam agama Islam.

Dengan melihat kegiatannya, maka tampaklah bahwa Muhammaditah bukan organisasi politik. Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan Muhammadiyah, meskipun pada awal-awal tahun perkembangannya kaum nasional kurang tertarik dengan Muhammadiyah karena tidak mau terjun ke dunia politik dan mau menerima bantuan dari Belanda.

5. P K I

Paham sosialis komunis yang ada di Indonesia dibawa oleh Sneevlit, Branstheder dan Drekker, yang diwujudkan dengan membentuk ISDV (Indische Social Demokratische Vereniging) pada 9 Mei 1914. Tujuannya adalah menyebarluaskan paham sosial demokratis dengan usaha yang dilakukan adalah berusaha mendekati rakyat dengan cara menjalin hubungan dengan SI dan IP, dan ternyata kurang berhasil karena perbedaan paham. Maka ditempuhlah strategi yang lain yaitu menarik simpati golongan nasionalis, dengan cara mengubah nama menjadi Perserikatan Komunis yang diketuai Semaun.
Langkah selanjutnya adalah bekerjasama dengan orang-orang Belanda yang sehaluan, bahkan menjalin hubungan dengan paham komunis di luar negeri. Inilah yang membuktikan bahwa PKI merupakan organisasi/partai massa yang sifatnya internasional.

Berhubung strategi yang digunakan kurang berhasil menarik simpati rakyat Indonesia, maka PKI kemudian mencoba mengadakan infiltrasi ke organisasi yang ada, seperti ke SI maupun ke golongan buruh yang ekonominya lemah. Perjuangan kelas (perbaikan nasib) merupakan salah satu taktik PKI, dengan cara mengadakan pemogokan-pemogokan di perusahaan. Puncak kegiatan PKI adalah Pemberontakan November 1926 di Jakarta, terus di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, bahkan di Sumatera 1927.

6. Gerakan Pemuda

Organisasi pemuda yang pertama kali didirikan adalah Tri Koro Dharmo pada 7 Maret 1915 di Jakarta oleh Satiman Wiryo Sanjoyo, Kadarman dan Sunardi.
Tri Koro Dharmo mengandung maksud “Tiga Tujuan Mulia” yaitu sakti, budhi, dan bhakti.
Sedangkan asasnya adalah :
- 1. Menimbulkan pertalian antara murid-murid Bumi Putera pada sekolah menengah, kursus perguruan, sekolah guru, sekolah kejuruan.
- 2. Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya
- 3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia,
khususnya Jawa.

Karena sifatnya Jawa sentris dan agar tidak menimbulkan perpecahan, maka namanya diubah menjadi Jong Java. Organisasi ini pada awalnya bukan organisasi politik, tetapi dengan masuknya H. Agus Salim dari SI, maka Jong Java mencoba berubah haluan ke politik dengan cara mendirikan Jong Islamiten Bond 1924.

Pada kongres 1928 Jong Java menyetujui diadakannya fusi (penggabungan) dengan organisasi pemuda lainnya yang diberi nama Indonesia Muda.
Selain Jong Java maka bermuncullah organisasi pemuda yang lain misalnya : Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Indonesia (Pemuda Indonesia).
Puncak perjuangan pemuda yaitu dengan menyelenggarakan Kongres Pemuda I dan II yang menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda.

7. Taman Siswa

Politik Etis, khususnya bidang pendidikan, ternyata tidak memberi peluang bagi hubungan jiwa yang bebas terutama kesempatan untuk bereaksi secara kreatif. Dengan adanya hal yang demikian, maka timbullah keinginan untuk melaksanakan pendidikan sendiri, yang sesuai dengan cita-cita bangsa dijiwai oleh Ki Hajar Dewantoro di Yogyakarta 3 Juli 1922 dengan tujuan : mewujudkan masyarakat yang “tata tentrem tertib damai” dengan asas Panca darma yaitu :
1. Dasar kodrat alam
2. Dasar kemerdekaan
3. Kebudayaan
4. Dasar kebangsaan dan kerakyatan
5. Kemanusiaan
Sistem yang dipakai adalah “among” dengan pola belajar asah, asih, asuh. Sedangkan pola kepemimpinan adalah Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani.
Melalui Taman Siswa inilah, tercetaklah kader-kader nasionalis yang siap mencapai tujuan mulia bangsa.

8. Nahdlatul Ulama

Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama
a. Antisipasi dari para kyai dan santri atas perkembangan gerakan modernisasi dalam Islam
Muhammadiyah.
b. Antisipasi untuk menjaga kemurnian dan keluhuran dari kemurnian ajaran Islam. Waktu itu
Belanda berusaha meruntuhkan potensi Islam.
c. Sebagai upaya para ulama untuk meneruskan perjuangan mencapai kemerdekaan.
d. Sebagai upaya para ulama untuk memelihara ketentraman dan ketenangan bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam.

Waktu pendirian dan keanggotaan
NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Kertopaten, Surabaya. Tokoh pendirinya adalah : KH. Hasyim Asyari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. Mas Ali, KH. Ridwan. Keanggotaan : para ulama, santri yang berada di lingkungan pondok pesantren sebagai basisnya di daerah-daerah yang menjadi penyebaran Islam oleh Walisongo.

Tujuan dan program Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama didirikan untuk mewujudkan insan masyarakat yang takwa, cerdas, terampil, berakhlak mulia, adil sejahtera. Secara umum tujuan Nahdlatul Ulama bisa disimpulkan yaitu : berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah untuk mencapai tujuan maka ditetapkan program sebagai berikut :
a. Dakwah Islam
b. Pendidikan dan pengajian baik formal maupun nonformal
c. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat

9. Gerakan Wanita

RA Kartini (21 April 1879 - 1904) dianggap pelopor pergerakan wanita Indonesia. Beliau wanita Indonesia pertama yang mempunyai cita-cita untuk memajukan kaumnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Kurangnya pendidikan dan pengajaran kaum wanita diperlakukan tidak adil. Hal itu ditunjukkan oleh adat kebiasaan yang ada :
1. Adanya kawin paksa
2. Adanya polygami
3. Adanya masa pingitan bagi gadis-gadis
4. Kaum pria mempunyai hak terbatas dalam perkawinan

Adat kebiasaan tersebut ditentang oleh kaum wanita yang mempunyai pikiran maju. Pergerakan wanita bersifat sosial yang bertujuan :
1. Keluar : berusaha memperoleh persamaan hak setaraf dengan kaum pria.
2. Kedalam : berusaha menciptakan kemampuan kaum wanita sendiri sebagai ibu dan pemegang
kendali rumah tangga.

10. Partai Nasional Indonesia (PNI)

Pada tanggal 4 Juni 927 PNI didirikan di Bandung oleh : Ir. Sukarno, R. Sunaryo.
PNI merupakan organisasi terbuka untuk seluruh bangsa Indonesia
Dasar perjuangannya : Marhaenisme (sosio nasionalisme dan sosio demokrasi)
Sejak PNI berdiri telah bergerak dalam bidang politik
tujuannya :
- untuk mencapai Indonesia merdeka, sedang sikapnya noncooperation.
Atas inisiatif PNI pada tahun 1927 terbentuk PPKI. Anggota PPKI meliputi : PNI, PSI, BU, kaum
Betawi, Pasundan.

Perkembangan PNI yang pesat dengan sikap nyata-nyata menentang kolonialisme imperialisme
sangat menakutkan Belanda. Pada tahun 1929 tokoh-tokohnya ditangkap dan dipenjarakan atas
tuduhan melancarkan pemberontakan.
Mr. Sartono mengambil alih pimpinan tahun 1931 PNI dibubarkan mereka yang menyetujui pembubaran tersebut membentuk partai politik baru dinamakan Partindo, mereka yang tidak menyetujui membentuk partai politik dinamakan PNI Baru.

11. Gerakan Buruh

Pada awal abad ke-20 sudah banyak kaum buruh, nasib mereka tidak menguntungkan, hidup mereka menderita, dalam rangka memperbaiki nasibnya, kaum buruh merasa senasib sepenanggungan, mereka berjuang untuk menuntut beberapa hal : soal jam kerja dan kenaikan upah, untuk memperjuangkan nasibnya mereka membentuk organisasi buruh. Organisasi buruh yang berdiri pada saat itu adalah :
1. Saat Spoorwegen Bond (55 Bond) tahun 1905, serekat buruh perusahaan kereta api.
2. Vereninging Van Spoor Entranweg Persneel (VSTP) tahun 1908. Organisasi ini banyak
memperoleh pengaruh dari ISDV dan berhaluan kiri.
3. Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera (PPPB) tahun 1916. Oraganisasi ini berada di bawah
pengurus SI.
4. Bergerilya Openbare Weeken : DPU (BOW) tahun 1916.
5. Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) tahun 1919 persatuan kaum buruh yang ada dalam
satu federasi yaitu PPKB.

12. Perhimpunan Indonesia

Perhimpunan Indonesia merupakan penjelmaan perkumpulan pelajar Indonesia di negeri Belanda yang bernama: Indiche Vereniging” yang didirikan tahun 1908. Tahun 1922 berubah menjadi Indonesische Vereniging, 1923 menjadi Perhimpunan Indonesia, yang berazas bahwa Indonesia akan membentuk suatu pemerintahan yang bertanggungjawab kepada rakyat. Dalam perjuangannya PI memegang tugas bahwa nasionalisme yang radikal akan dapat menjadi subjek yang ampuh bagi bangsa yang dijajah.

Tujuan PI adalah : kemerdekaan Indonesia, dengan menggunakan sarana majalah Indonesia Merdeka.
Sedangkan usaha yang dilakukan untuk menyebarluaskan dan mempropagandakan dasar-dasar PI, yaitu dengan menjalin hubungan dengan pergerakan nasional yang ada di Indonesia dan hubungan dengan organisasi internasional, anatra lain :
1. Turut dalam kegiatan Kominten dan Association Pour Etude des Civilisations di Paris 1925.
2. Turut dalam Liga Penentang Imperalis.
3. Mengikuti Konggres dalam rangka mencari dukungan perjuangan Indonesia antara lain :
a. Kongres Demokrasi untuk perdamaian tahun 1926 di Paris
b. Kongres Liga melawan imperalisme dan penindasan penjajah di Brusel
c. Kongres Wanita Internasional di Swis 1927

Akibat dari kegiatan tersebut, tokoh PI seperti Ali Sastroamijoyo, M. Natsir Pamuncak, Abdul Masjid Djoyodiningrat, dan M. Hatta ditangkap dan dihukum karena dianggap menghasut rakyat untuk melawan Belanda.

Pergerakan PI menjadi semakin jelas arah dan tujuannya yang menunjukkan perkembangan ideology PI yaitu persatuan dan kesatuan yang menjadi manifesto politik pergerakan nasional yang menyangkut :
1. Persatuan dan kesatuan
2. Demokrasi
3. Swadaya

13. PPPKI (P3KI) Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.

A. Latar Belakang
Ada beberapa faktor yang mendorong organisasi-organisasi pergerakan harus menggalang persatuan dan kesatuan, yaitu :
1. Krisis ekonomi 1929/1930
• Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi di Eropa dan Amerika berpengaruh terhadap kondisi Indonesia yaitu makin banyaknya pengangguran di Indonesia akibat banyaknya perubahan proyek.
2. Sikap dan kebijakan Pemerintah kolonial Belanda yang keras dan kaku untuk menjaga ketertiban dan keamanan, maka pemerintah Belanda mulai bersikap keras keras dan lugas, misalnya diberlakukannya pembatasan terhadap aktivitas pergerakan nasional.
3. Tokoh terkemuka pergerakan nasional ditangkap dan diasingkan, adanya penangkapan para tokoh pergerakan nasional Indonesia, memaksa organisasi-organisasi pergerakan nasional mengambil sikap kooperasi dengan pemerintah Belanda, dan juga adanya usaha untuk menggalang persatuan antar organisasi yang ada.

Dengan dipelopori oleh Ir. Soekarno, pada tanggal 17 Desember 1927 diadakan rapat di Bandung yang dihadiri PNI, PSI, BU, PPKI, mereka sepakat membentuk federasi PPPKI dengan tujuan :
• 1. Mencegah perselisihan antara partai/organisasi;
• 2. Menyatukan arah dan beraksi dalam perjuangan ke kemerdekaan Indonesia;
• 3. Mengembangkan persatuan kebangsaan Indonesia dengan lambangnya Sang merah Putih, lagu Indonesia Raya, bahasa Indonesia.
• Pada awal berdirinya P3KI, badan ini kelihatan mantap. Barulah setelah Kongres di Solo 1929, mulai ada keretakan yaitu :
• 1. terjadinya penangkapan atas Soekarno dan kawan-kawan;
• 2. berkembangnya isu kooperasi dan non kooperasi;
• 3. hak suara
• 4. perbedaan nasionalis agama dan nasionalis sekuler.

14. Kongres Pemuda

a. Kongres Pemuda I
Perkembangan situasi di tanah air, semakin mempengaruhi keinginan organisasi kepemudaan untuk menyatukan diri, yang ditindak lanjuti dengan diadakannya pertemuam organisasi pemuda pada 15 Nopember 1925 yang dihadiri Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pelajar-pelajar Minahasa, Sekar Rukun, dan lain-lain. Hasilnya adalah akan diadakan konggres. Pada tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926 diadakanlah Kongres Pemuda I diketuai oleh M. Tabrani.

Tujuan :
1.Memajukan faham persatuan kebangsaan
2.Mempererat hubungan antara semua perkumpulan pemuda

Kongres Pemuda I ini tidak lepas dari peranan PPPI yang menginginkan penggabungan perkumpulan pemuda dalam satu badan. Hal ini semakin mantap dengan datangnya tokoh PI. Demikian juga dengan berdirinya Jong Indonesia di Bandung oleh Sukarno, yang dalam kongresnya28 Desember 1927. Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) menyetujui dibentuknya fusi.

b. Kongres Pemuda II
Sesuai dengan usul P3I tentang Kongres Pemuda, maka dibentuklah panitia kongres yang diketuai oleh Sugondo Djoyopuspito.
Kongres dilaksanakan 27-28 Oktober 1928.

1. Rapat I
• Sabtu dibuka oleh Sugondo Joyopuspito.
• Dalam rapat ini, M. Yamin menyampaikan tentang Persatuan dan kebangsaan Indonesia. Menurutnya, ada 5 faktor persatuan sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, keamanan.

2. Rapat II
• Minggu, 28 Oktober 1928 di Java Oast Bioscoop K.

3. Rapat III
• 28 Oktober 1928 malam hari di Indonesich Club HUIS, Kramat Raya 106. Dalam rapat ini tampil Sunario SH yang berceramah tentang Pergerakan Pemuda dan Persatuan Bangsa. Juga, saat istiadat, WR. Supratman menyanyikan lagu Indonesia Raya.
• Pada puncak acara kongres ini, diikrarkanlah putusan kongres yang merupakan rumusan : M. Yamin, yang dikenal dengan Sumpah Pemuda

15. PARINDRA (1935)

- Kelompok studi Indonesia yang dipimpin dr. Sutomo mempunyai sifat yang moderat dan mulai tahun 1930 diganti dengan PBI ( Persatuan Bangsa Indonesia) dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka dengan cara menyempurnakan derajad bangsa dan tanah air, berdasarkan kebangsaan Indonesia. Kegiatan dalam bidang pertanian diwujudkan dengan cara membentuk Rukun Tani.

- Sesuai dengan kondisi politik saat itu, antara PBI dan BU terjadi hubungan yang sangat erat dan pada 25 Desember 1935 terjadi fusi antara PBI dan BU menjelma menjadi Parindra yang didalamnya ada Sarekat Sumatra, Sarekat Celebes, Sarekat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi.

-Tujuan : mencapai Indonesia mulia dan sempurna.
Untuk mencapai tujuannya, Parindra melakukan kegiatan dalam bidang politik, ekonomi, sosial.
Sifat Parindra sesuai dengan Kongres I (1 Mei 1937) dan II (24 - 27 Desember 1938) adalah kooperasi.

- Petisi Sutarjo (1936)

Adanya kesulitan dalam sikap nonkooperasi, menimbulkan gagasan bagi Sutarjo Kartohadi kusumo, seorang Dewan Rakyat, mengajukan usul kepada pemerintah Belanda 15 Juli 1936. Usul itu yang kemudian disebut Petisi Sutarjo
Berisi permohonan agar diselenggarakan musyawarah antara wakil Indonesia dan Belanda yang punya hak sama. Dengan tujuan, pemberian otonomi kepada Indonesia yang mana pelaksanaannya diatur dalam waktu sepuluh tahun, dengan beberapa perubahan :
1. Pulau Jawa dijadikan propinsi, sedang yang lain diberi otonomi;
2. Sifat dualisme dalam pemerintah di daerah harus dihapus;
3. Voolksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya;
4. Dibentuk dewan kerajaan;
5. Penduduk Indonesia adalah orang yang lahir, asal-usul dan cita-citanya untuk Indonesia;

Petisi Sutarjo sekolah melalui perdebatan dan pembahasan yang ketat, akhirnya ditolak oleh Ratu Belanda, dengan alasan Indonesia belum siap untuk memikul tanggung jawab dan memerintah sendiri.

16. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

Perkembangan organisasi Islam di Indonesia yang beraneka ragam, dalam menyikapi kondisi yang ada akhirnya membuahkan gagasan untuk menyatukan semua organisasi dalam satu wadah yang mempunyai tujuan yang sama. Maka, melalui beberapa kali musyawarah, akhirnya disepakatilah dibentuk suatu majelis yang diberi nama DDI (Djami’ul Djami’at Al Islam) artinya Perkumpulan-perkumpulan Islam, yang kemudian berdasarkan pertemuan pada tahun 1937, DDI diganti menjadi Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).

Tujuan MIAI :
1. mempererat hubungan di antara perhimpunan-perhimpunan Islam di Indonesia
2. menyatukan suara untuk membela kehormatan Islam
3. merapatkan hubungan antara kaum muslimin Indonesia dengan umat Islam di luar negeri.

Melalui propaganda dan kegiatan dakwah, MIAI berusaha menyadarkan masyarakat (Islam) bahwa budaya Belanda dengan penjajahannya tidak sesuai dengan ajaran Islam. MIAI juga menentang UU milisi militer.

17. GAPI (1939)

GAPI (Gabungan Politik Indonesia) adalah suatu bentuk federasi dari berbagai organisasi politik (Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan Minahasa, PII, Partai Katolik Indonesia, PSII).
Faktor-faktor yang mendorong dibentuknya GAPI :
1. gagalnya Petisi Sutarjo;
2. kegentingan internasional akibat timbulnya fasisme;
3. sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan bangsa Indonesia.

Tujuan GAPI : membentuk badan persatuan dan menjalankan aksi bersama guna memperjuangkan kepentingan rakyat.

Hal-hal yang diperjuangkan GAPI :
1. pelaksanaan The Right of Self Determination;
2. persatuan kebangsaan atas dasar demokrasi politik, sosial, ekonomi;
3. pembentukan parlemen yang dipilih secara bebas dan umum (Indonesia berparlemen);
4. membentuk solidaritas Indonesia-Belanda untuk menghadapi fasisme;
5. pengangkatan lebih banyak orang-orang Indonesia dalam berbagai jabatan.

Tokoh-tokoh GAPI : Moh, Husni Thamrin, Amir Syarifudin, Abikusno Cokrosuyoso. Untuk mengatur dan meningkatkan aksinya, pada 24 - 25 Desember 1939 GAPI mengadakan pertemuan dan membentuk KRI (Kongres Rakyat Indonesia).

Tujuan KRI : mewujudkan Indonesia Raya
Sasaran utama : Indonesia berparlemen penuh
Selain membentuk KRI, GAPI menyetujui/menetapkan : bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia.

Tuntutan GAPI semakin meningkat, setelah Jerman berhasil menguasai belanda yaitu penggantian Volksraad dengan parlemen sejati.
Pemerintahan Belanda dalam menanggapi tuntutan GAPI kemudian membentuk Komisi Visman dengan tugas menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan yang diinginkan rakyat. Pembentukan komisi ini ditolak oleh GAPI, karena dianggap tidak bisa terwujud dengan itu, KRI diubah menjadi MRI.
Meskipun demikian, ternyata tuntutan GAPI tidak disetujui oleh Ratu Belanda, bahkan sesuai dengan keadaan saat itu Pemerintah Belanda menerapkan wajib milisi untuk menghadapi perang.

Transformasi Etnik

Sejak bangsa-bangsa Barat (Eropa) datang di wilayah Indonesia, telah menimbulkan reaksi dari berbagai wilayah yang berbentuk perlawanan-perlawanan kedaerahan. Perlawanan ini disebut perlawanan etnik atau suku. Tujuan perlawanan ini hanya sebatas kebebasan atau kemerdekaan etniknya atau suku bangsanya atau daerahnya masing-masing.

Karena kolonial sangat untuk mudah mengatasi masalah tersebut, dengan menggunakan siasat adu domba antar etnik ataupun golongan.

Perjuangan etnik bukan hanya dilakukan oleh kaum pribumi saja, tapi juga etnik lain atau masyarakat keturunan seperti Cina, India, Arab, bahkan keturunan Belanda melakukan gerakan sejak tahun 1908. Perlawanan-perlawanan etnik tersebut telah berubah bentuk, perlawanan yang bersifat etnik, keturunan dan kedaerahan mulai ditinggalkan dan mengupayakan terwujudnya persatuan dan kesatuan antar etnik. Mulailah bermunculan wadah berupa organisasi yang bersifat nasional.

Sejak saat itu berubah bentuk perlawanan fisik menjadi perlawanan dengan pergerakan nasional. Hal ini diperkuat dengan diwujudkannya “Sumpah Pemuda” 28 Oktober 1928.

Terwujudnya Identitas Nasional

Istilah “Indonesia”
Pada masa pergerakan, nama Indonesia sangat penting atinya bagi perjuangan. Sebab nama Indonesia dijadikan sebagai perekat, pemersatu semua unsur yang ada di masyarakat. Bahkan nama Indonesai sebagai perekat dan lambang pemersatu perjuangan bangsa Indonesia

Kapan istilah Indonesia mulai muncul? Untuk mengetahui jawaban tersebut kita lihat penggunaan istilah Indonesia pada awalnya.
J.R.Logan (seorang pegawai pemerintah Inggris di Penang)
Beliau mengunakan istilah Indonesia tahun 1850 dalam satu artikel di majalah yang ia pimpin.
Istilah Indonesia digunakan untuk menyebut kepulauan dan penduduk nusantara.

Earl G. Widsor
Tahun 1850 menulis istilah Indonesia dalam wilayah milik J.R. Logan untuk masyarakat penduduk Indonesia.

Tokoh lain yang mempopulerkan adalah Adolf Bastian (1884), Van Volenhoven, Snouck Hurgronje.
Kata “Indonesia” Sebagai Identitas Kebangsaan (Nasional)
Sejak munculnya para kaum terpelajar (kaum cendekiawan) yang melakukan perjuangan melalui pergerakan nasional maka kata “Indonesia” mulai akrab terdengar, dan kata (nama) Hindia-Belanda mulai ditinggalkan bahkan para mahasiswa yang belajar di Belanda sendiri mendirikan organisasi yang menggunakan istilah Indonesice (Indonesia).

Bahkan sebutan Indonesia sudah di kuatkan oleh oleh para pemuda melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berisi :
• Kami putra –putri Indonesia mengaku bertanah tumpah darah satu tanah air Indonesia,
• Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia,
• Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Akhirnya seluruh unsur atau elemen masyarakat, penduduk ataupun lembaga organisasi sangat bangga menyebut “Indonesia”. Dengan demikian mulailah istilah “Indonesia”sebagai Identitas Nasional.

Latar Belakang Munculnya Pergerakan Nasional

A. Latar Belakang Munculnya Pergerakan Nasional
Perjuangan yang awalnya selalu menggunakan senjata, diubah menjadi menggunakan strategi politik dan semangat kebangsaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya kebangkitan nasional :
1. Faktor intern
• Adanya kaum cerdik pandai
• Penderitaan, penindasan, dan perlakuan diskriminatif
• Pengaruh politik etis (balas budi)
2. Faktor ekstern
a. Kemenangan Jepang melawan Rusia pada tahun 1905
b. Masuknya paham-paham baru ke Indonesia

• Liberalisme
Liberalisme diartikan kebebasan. Perjuangan ekonomi liberal dengan mengecam pemerintah yang ikut campur tangan dalam masalah perekonomian. Ekonomi Liberal menginginkan kekuatan ekonomi dibiarkan dan berkembang secara bebas. Liberalisme juga mempengaruhi bidang politik. Dalam hal ini Liberalisme bertujuan untuk mendapatkan pengakuan adanya kebebasan yang dimiliki oleh individu. Perkembangan paham Liberalisme juga mempengaruhi bidang agama. Hal ini ditandai dengan adanya kebebasan masing-masing individu untuk memilih suatu agama tanpa paksaan atau campur tangan dri pemerintah.

• Nasinalisme
Nasionalisme adalah suatu paham yang dapat memberi ilham kepada sebagian penduduk untuk bersatu dan dengan rasa kesetiaan yang mendalam megabdi kepentinganbangsa dan negara. Nasionalisme dapat terbentuk karena adanya perasaan senasib, persamaan budaya, persamaan karakter, dan persamaan keinginan untuk hidip bersama dalam suatu kelompok. Nasionalisme lahir di Inggris pada mulanya merupakan sikap bersatu untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya agar jangan sampai melepaskan diri. Nasionalisme Jerman pada awalnya muncul untuk melepaskan diri dari kekuasaan Austria.

• Sosialisme
Sosialisme muncul akibat adanya perkembangan industrialisasi yang ada di Eropa. Industrialisasi merupakan dampak dari adanya kebebasan individu dalam bidang ekonomi yang akhirnya melahirkan golongan kapitalisme atau pemilik modal. Golongan kapitalis menjadi golongan yang menguasai bidang perekonomian dan mengadakan penindasan terhadap golongan buruh. Dalam masyarakat berkembang adanya suatu kelompok yang mementingkan kedudukan dan status golongan buruh. Inilah yang disebut golongan sosialis.

• Demokrasi
Adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Paham demokrasi pertama kali dilaksanakan di Yunani yaitu Polis Athena yang berupa demokrasi langsung. Kekuasaan raja-raja di Eropa yang sifatnya absolut mulai ditumbangkan dan ditentang oleh rakyat sehingga memunculkan pemerintahan yang demokratis. Paham demokrasi pada intinya membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan hak asasi manusia. Saat ini demokrasi dikenal ada berbagai macam diantaranya :
 Demokrasi parlementer yang menempatkan kedudukan parlemen (badan legislatif) lebih tinggi dari pada badan eksekutif.
 Demokrasi sistem pemisahan kekuasaan, dalam sistem ini kekuasaan legislatif dipegang oleh konggres, kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden, sedangkan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung. Sistem seperti ini dianut oleh negara Amerika Serikat.
 Sistem demokrasi melalui referendum, dalam sistem ini setiap negara bagian memiliki lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sistem ini rakyat berperan sebagai badan pengawas melalui sistem referendum. Contoh negara yang melaksanakan sistem ini ialah Swiss.

B. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DAN AWAL MUNCULNYA KESADARAN NASIONALISME DI INDONESIA.

Pada akhir abad ke 19 sistem pendidikan yang berkembang di indonesia semakin banyak. Sistem pendidikan ini diselenggarakan oleh kelompok agama ataupun oleh poemerintah kolonial Belanda. Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh kelompok agama lebih menitikberatkan pada pendidikan agama. Sementara pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda menekankan sistem pendidikan barat yang memiliki kurikulum yang jelas. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Belanda pada awalnya hanyalah sebagai usaha Belanda untuk memenuhi tenaga kerja yang bisa mebaca dan menulis, yang nantinya akan disalurkan pada perkebunan-perkebunan atau kantor-kantor milik Belanda.
Belanda menggunakan sistem deskriminatif, anak-anak bumi putera, sekolah yang dimasuki ialah sekolah khusus yang menggunakan kurikulum yang berbeda dengan anak-anak Eropa.Anak-anak yang boleh memasuki sekolah Eropa hanyalah anak-anak keturunan bangsawan atau yang orang tuanya bekerja di pmerintahan Belanda.
Perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia ternyata dalam jangka waktu yang panjang dapat mengubah kedudukan sosial di masyarakat dan melahirkan satu golongan baru dalam masyarakat yaitu golongan cendekiawan. Golongan inilah yang nantinya mengadakan perubahan mengenai sistem perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.

C. BENTUK STRATEGI ORGANISASI PERGERAKAN
Beberapa faktor yang menyebabkan perjuangan bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 mengalami kegagalan :
1. Kurang adanya persatuan
2. Faktor persenjataan
3. Politik devide et impera (adu domba)
Setelah tahun 1908 perjuangan bangsa Indonesia mengalami perubahan diantara adalah :
1. Perjuangan bangsa Indonesia mulai menonjolkan persatuan.
2. Perjuangan tidk menggunakan senjata tradisional, melainkan menggunakan organisasi modern.
3. Pemimpin perjuangan ialah golongan cerdik pandai.
Pergerakan nasional ditandai dengan munculnya perubahan perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir bangsa barat dari bumi nusantara. Hal ini ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional antara lain :
1. Budi Utomo
Budi Utomo didirikan oleh pelajar STOVIA di bawah pimpinan dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini merupakan organisasi pergerakan pertama sehingga tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tujuan Budi Utomo ialah untuk mencapai kemajuan yang harmonis bagi nusa dan bangsa. Untuk mencapai itu usaha yang ditempuh antara lain :
a. Memajukan pengajaran
b. Memajukan pertanian, peternakan,dan perdagangan.
c. Memajukan teknik dan industri
d. Menghidupkan kembali kebudayaan
Perkembangannya Budi Utomo tidak lagi bersifat lokal tetapi nasional. Bahkan perkembangan berikutnya, pada tahun 1935 Budi Utomo berintegrasi dengan Persatuan Bangsa Indonesia menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra)

2. Sarekat Dagang Islam
Sarekat Dagang Islam (1911) didirikan oleh seorang saudagar kaya raya H. Samanhudi di Laweyan (Surakarta). Latar belakang didirikannya SDI adalah terjadinya persaingan perdagangan antara pedagang pribumi dan pedagang asing, terutama yang berasal dari Cina atau Tionghoa.

3. Sarekat Islam
Pada masa HOS Tjokroaminoto, Sarekat Dagang Islam namanya diubah menjadi Sarekat Islam (SI), tahun 1912, pusat kedudukannya di Surabaya. Tujuan Sarekat Islam :
a. Memajukan perdagangan
b. Membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan, terutama dalam bidang permodalan
c. Memajukan kepentingan rohani dn jasmani penduduk asli.
d. Memajukan agama Islam
Belanda khawatir SI akan menjadi besar sehingga Belanda mengadakan devide et impera antar anggota SI dengan cara menyusupkan idiologi komunis sehingga SI pecah menjadi SI Putih berhaluan Islam dan SI Merah berhaluan komunis. SI yang mendapat pengaruh komunis ialah SI cabang Semarang pimpinan Semaun.
Dalam perkembangannya SI Putih menjadi Partsi Sarekat Islam dan SI Merah menjadi Partai Komunis Indonesia.

4. Indische Partij
Organisasi ini didirikan oleh Tiga Serangkai yang terdiri dari Suwardi Suryaningrat/Ki Hajar Dewantoro, dr. Cipto Mangunkusumo, dan dr.EFE Douwes Dekker/Danur Dirjo Setiabudi, pada tahun 1912. Anggotanya terbuak untuk semua lapisan masyarakat. Cita-cita perjuangan IP disebarluaskan melalui surat kabar De Express. Karena IP merupakan partai yang tegas dan menyatakan ingin memerdekakan Indonesia, maka Belanda melarang IP beroperasi. Walaupun demikian tokoh-tokoh IP tetap berjuang seperti Ki Hajar Dewantoro yang mengkritik Belanda dengan tulisannya berjudul Seandainya Saya Seorang Belanda.

5. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan oleh K.H.Ahmad dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta. Tujuan pendirian Muhammadiyah yaitu :
a. Memajukan pengajaran dan pendidikan berdasarkan agama Islam
b. Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut peraturan agama Islam, yang diselaraskan dengamn kehidupan modern.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya antara lain :
a. Mendirikan, memelihara, dan membantu pendirian sekolah-sekolah berdasarkan agama islam.
b. Mendirikan dan memelihara masjid, langgar, poliklinik, rumah yatim piatu, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
c. Menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dalam agama Islam,
d. Mendirikan organisasi kepemudaan yang diberi nama Hisbul Wathan
e. Membentuk lembaga Maselis Tarjih, yaitu lembaga yang bertugas mengeluarkan fatwa.
Muhammadiyah juga memperhatikan pendidikan wanita. Organisasi wanita Muhammadiyah diberi nama Aisyiyah. Tujuan didirikannya Aisyiyah ialah untuk membantu memberi penidikan bagi wanita Islam di indonesia.
6. Perhimpunan Indonesia
Organisasi ini didirikan oleh para mahasiswa Indonesia yang ada di negeri Belanda. PI merupakan penjelmaan dari perkumpulan Pelajar Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908. Tujuan PI untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, ditempuh dengan mengambil haluan politik yang non kooperatif dan menyatakan bahwa tanah air Indonesia adalah satu serta tidak dapat dibagi-bagi. Tokoh-tokoh PI diantaranya Moh Hatta, Iwa Kusumasumantri, dan Ali Sastroamidjojo. Alat propaganda perjuangan PI untuk menyebarluaskan cita-cita perjuangannya di Indonesia ialah melalui majalah Hindia Poetra. Dalam perkembangan berikutnya, nama majalah tersebut kemudian diubah menjadi Indonesia Merdeka.

7. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Didirikan pada tanggal 4 Juli 1927 oleh sebuah studi club di Bandung di bawah pimpinan Ir. Soekarno. Tujuan PNI adalah Indonesia Merdeka. Asas perjuangan PNI yaitu :
a. Self help, yaitu bekerja menurut kemampuan sendiri baik dalam lapangan politik, ekonomi maupun budaya.
b. Non-kooperatif, yaitu tidak menjalin kerjasama dengan penjajah.
c. Sosio-demokrasi atau marhaenisme, yaitu dengan pengerahan massarakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya raya.

Para tokoh PNI ditangkap oleh Belanda. Di pengadilan Bandung Soekarno mengkritik pemerintah Belanda dalam pledoinya yang berjudul Indonesia Menggugat. Setelah tokoh-tokoh PNI ditangkap dalam tubuh PNI terdapat perbedaan pandangan. Hal ini mengakibatkan PNI terbagi menjadi 2 menjadi :
a. Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Sartono.
b. Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) dibawah pimpinan Moh Hatta.
Para tokoh Partindo seperti Sartono, Amir Syarifudin, Sanusi Pane, dan AK Gani akhirnya membentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Partai ini menempuh cara lunak, yaitu kooperatif dengan Belanda karena khawatir dibubarkan. Tujuan Gerindo ialah untuk mencapai Indonesia Merdeka.
8. Partai Komunis Indonesia(PKI)
PKI terbentuk setelah Sarekat Islam Merah atau sayap kiri memisahkan diri dari keanggotaan Sarekat Islam. PKI merupakan perwujudan dari Indische Social Demokratische Vereening (ISDV) yang didirikan oleh Snevliet. Sebagai sebuah organisasi PKI beraliran sosialis revolusioner dan dipimpin oleh Semaun. Kegiatan PKI diarahkan untuk mempertentangkan antarkelas dalam masyarakat, dengan kekuatan utama terletak pada golongan buruh. Pada tahun 1920 PKI berhasil mengadakan konggres di semarang, yang menghasilkan keputusan sbb :
a. PKI menggabungkan diri dengan Comunistiche Internationale (Comintern).
b. PKI bersifat kooperatif, yaitu bekerjasama dengan Belanda melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam Volksraad.

9. Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita diawali oleh suatu kesadaran untuk meningkatkan derajat kaum wanita (emansipasi). Secara umum, perkembangan gerakan wanita dapat dibagi kedalam beberapa tahap sebagai berikut :
a. Tahap pertama (feodalismea)
Tahap ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh wanita dari golongan bangsawan, seperti RA. Kartini, Dewi Sartika yang menuntut adanya persamaan peran antara golongan wanita dan pria.
b. Tahap kedua (masa pergerakan nasional)
Ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi kewanitaan, baik yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial maupun lapangan yang lainnya. Tujuannya ialah untuk mendukung pergerakan nasional dalam rangka mencapai kemerdekaan Indonesia.
c. Tahap ketiga (persatuan gerakan wanita)
Tahap ini ditandai dengan adanya konggres Wanita I pada tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta.Tujuannya ialah untuk mempererat hubungan antar perkumpulan wanita guna memperbaiki nasib golongan wanita Indonesia.

10. Taman Siswa
Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantoro mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Tujuannya ialah mewujudkan masyarakat yang tata tentrem, tertib, dan damai. Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Taman siswa antara lain :

• Menciptakan suasana rumah tangga sekolah.
• Adanya sistem pondok Indonesia, yaitu sistem tempat tinggal di asrama bagi para siswanya.
• Siswa yang lebih tua mempunyai tanggung jawab membantu kelancaran pendidikan dan pengajaran kepada siswa yang lebih muda.

D. GAGASAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA SERTA TERBENTUKNYAIDENTITAS KEBANGSAAN INDONESIA

1. Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan indonesia (PPPKI)
Upaya untuk menyatukan semua perkumpulan dan organisasi pergerakan nasional yang ada, muncul dari Ir. Soekarno (PNI) dan Dr. Sukiman (Sarekat Islam). Sejalan dengan itu pada tanggal 17 Desember 1927 terbentuk Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan indonesia (PPPKI). Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh PPPKI antara lain :
a. Berusaha mempersatukan memperkuat haluan aksi kebangsaan, terutama dalam menggalang kekuatan dan kekuasaan ke dalam.
b. Berusaha menghindari perselisihan dengan tidak akan membiacarakan masalah non kooperasi, keagamaan, asas perhimpunan, dan lainnya yang menimbulkan perpecahan.
c. Keputusan yang diambil secara bulat mengikat semua anggota federasi, sedangkan keputusan yang diambil denga tidak dengan suara bulat hanya akan dilaksanakan oleh partainya.

2. Konggres Pemuda

a. Tri Koro Dharmo
Didirikan oleh R. Satiman Wiryo Sandjojo, Kadarman, dan Sunardi pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta.Tujuan didirikannya Tri Koro Dharmo ialah menghimpum para pemuda Jawa agar bersatu berjuang mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Asas perjuangan Tri Koro Dharmo yaitu :
• menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah menengah, kursus perguruan sekolah guru, dan sekolah kejuruan.
• menambah pengetahuan umum bagi anggotanya.
• membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia, khususnya Jawa.
Dalam konggres yang diadakan di Solo (1918), nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java.

b. Perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI)
Pada tahun 1925 para mahasiswa di Bandung membentuk Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI). Tujuan PPPI ialah menghimpun para pelajar di Bandung dan Jakarta untuk bersama-sama memerdekakan tanah air Indonesia.

c. Jong Indonesia
Organisasi ini berdiri di Bandung pada tahun 1927. Tujuan dibentuknya Jong Indonesia adalah menyatukan seluruh pemuda Indonesia. Organisasi inilah yang memelopori penyelenggaraan konggres pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda.

 Konggres Pemuda I
Konggres Pemuda I diadakan di Jakarta pada tanggal 30 April 1926, diketuai oleh Muh. Tabrani dari PPPI. Hasil konggres I yaitu :
mengusulkan agar semua perkumpulan pemuda bersatu dalam organisasi pemuda Indonesia baik secara fusi maupun federasi.
mempersiapkan diselenggarakannya konggres pemuda II
 Konggres Pemuda II
Konggres pemuda II diadakan di Jakarta tanggal 27-28 Oktober 1928 yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito dari PPPI. Hasil konggres pemuda II adalah :
• memyepakati seluruh organisasi kepemudaan di Indonesia berfusi atau melebur kedalam Indonesia Muda.
• para pemuda yang hadir dalam konggres, mengikrarkan Sumpah Pemuda.

3. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Budi Utomo dan Persatuan Bangsa melalui konggres di Solo tanggal 24-26 Desember 1935, berfusi menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) dan Dr. Soetomo sebagai ketua. Tujuannya ialah mencapai Indonesia mulia dan sempurna berdasarkan demokrasi dan nasionalisme. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu :
• memperoleh hak-hak politik yang lengkap dan pemerintahan nasional yang demikratis.
• memajukan kehidupan sosial dan ekonomi rakyat.
Langkah yang telah dilakukan oleh Parindra dalam usahanya untuk mencapai tujuan ialah pada tanggal 15 Juli 1936 mengajukan Petisi Soetarjo yang berisi tuntutan politik, agar diadakan konferensi antara wakil Belanda dan Indonesia atas dasar persamaan derajad untuk mengakhiri kekuasaan Belanda di Indonesia.
4. Majelis Islam A’La Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan wujud gagasan persatuan dan kesatuan bangsa yang tumbuh dari kalangan Islam dengan maksud untuk mengatasi berbagai kendala dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pencetus dibentuknya MIAI adalah KH.Mas Mansyur dari Muhammadiyah, dibantu oleh KH. Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah, dan KH. abdul Wahab dari NU. Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan antara perhimpunan-perhimpunan Islam Indonesia dan kaum Islam di luar Indonesia serta mempersatukan suara-suara untuk membela Islam.
Setelah Jepang mencurigai bahwa MIAI dimanfaatkan untuk perjuangan bangsa Indonesia, akhirnya MIAI dibubarkan, dan sebagai gantinya, Jepang membentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

5. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Didirikan oleh Muh. Husni Thamrin tanggal 21 Mei 1939. GAPI merupakan gabungan dari organisasi kebangsaan yang terdiri dari Parindra, PNI, Pasundan, PSII, Persatuan Minahasa, dan Gerindo. Tuntutan GAPI adalah agar Indonesia diberi perwakilan di parlemen. Asas kegiatan GAPI yaitu :
• hak menentukan nasibnya sendiri.
• persatuan nasional seluruh bangsa Indonesia berdasarkan demokrasi dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.
• mengadakan kesatuan aksi seluruh pergerakan nasional.
Tindakan nyata yang dilakukan GAPI mengadakan konggres Rakyat Indonesia pada tanggal 23-25 Desember 1939, yang menghasilkan suatu kesepakatan untuk membentuk badan perwakilan sejenis parlemen didalam struktur pemerintahan kolonial Belanda. Tuntutan GAPI ditanggapai oleh Belanda dengan membentuk Komisi Visman yang bertugas menyelidiki perubahan ketatanegaraan yang ada di Indonesia.

Kelompok Sosial Berdasarkan Para Pemikir

9.1. Klasifikasi Kelompok
Salah satu dampak perubahan jangka panjang yang melanda Eropa Barat dan kemudian menyebar ke seluruh pelosok dunia ialah terjadinya perubahan dalam pengelompokan anggota masyarakat.

9.1.1. Klasifikasi Bierstedt
usaha untuk mengklasifikasikan jenis kelompok; satu di antaranya ialah klasifikasi dari Robert Bierstedt (1948). Bierstedt menggunakan tiga kriteria untuk membedakan jenis kelompok, yaitu ada tidaknya (a) organisasi, (b) hubungan sosial di antara anggota kelompok, dan (c) kesadaran jenis. Ber¬dasarkan ketiga kriteria tersebut Bierstedt kemudian membedakan empat jenis kelompok; kelompok statistik (statistical group), kelompok kemasyarakatan (societal group), kelompok sosial (social group), dan kelompok asosiasi (associational group).

Kita akan mulai dengan jenis kelompok ketiga yang memenuhi kriteria tersebut di atas, yaitu kelompok asosiasi. Dalam jenis kelompok ini para anggotanya mempunyai kesadaran jenis; dan menurut Bierstedt (dengan mengutip 'pandangan Maclver) pada kelompok ini dijumpai persamaan.kepentingan pribadi (like interest) maupun kepentingan bersama (common interest). Di samping itu di antara para anggota kelompok asosiasi kita jumpai adanya hubungan social ¬adanya kontak dan komunikasi. Selain itu di antara para anggota dijumpai adanya ikatan organisasi formal. Dari riwayat hidup kita dapat ditelusuri berbagai kelompok asosiasi yang di dalamnya kita menjadi anggota, seperti misalnya Negara RI, sekolah, OSIS, Gerakan Pramuka, fakultas, senat mahasiswa, partai politik, Korps Pegawai Negeri RI, Ikatan Motor Indonesia, dan sebagainya.

Kelompok jenis kedua--kelompok sosial--merupakan kelompok yang anggotanya mem¬punyai kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi. Contoh yang disajikan Bierstedt ialah kelompok teman, kerabat dan sebagainya.

Kelompok jenis ketiga, kelompok kemasyarakatan, merupakan kelompok yang hanya memenuhi satu persyaratan, yaitu kesadaran akan persamaan di antara mereka. Di dalam kelompok jenis ini belum ada kontak dan komunikasi di antara anggota, dan juga belum ada organisasi. Berbeda dengan kelompok asosiasi, maka menurut Bierstedt kelompok ini dijumpai persamaan kepentingan pribadi tetapi bukan kepentingan bersama. Hasil Sensus Penduduk yang _ ditakukan Biro Pusat Statistik pada tahun 1990, misalnya, menunjukkan bahwa apabila dikelompokkan menurut jenis kelamin maka penduduk Indonesia terdiri atas 89.448.235 laki-laki dan 89.873.406 perempuan.
Kelompok statistik merupakan kelompok yang tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut di atas--kelompok yang tidak merupakan organisasi, tidak ada hubungan sosial antara anggota, dan tidak ada kesadaran jenis. Oleh Bierstedt dikemukakan bahwa kelompok statistik ini hanya ada dalam arti analitis dan merupakan hasil ciptaan para ilmuwan sosial. Contoh yang dapat kita sajikan mengenai kelompok statistik ini ialah, antara lain, pengelompokan sejumlah penduduk berdasarkan usia dengan interval lima tahun yang antara lain dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (0-4 tahun, 5-9 tahun dan seterusnya sampai 75 tahun ke atas). Pada anak-anak yang diketompokkan dalam kategori terendah tersebut (yang kadangkala dinamakan kelompok Balita-¬kelompok usia di bawah lima tahun) maupun dalam kelompok umur berikutnya tidak dijumpai organisasi, kesadaran mengenai keanggotaan dalam kelompok, atau pun hubungan sosial.

Bierstedt mengingatkan kita bahwa di luar klasifikasi ini masih ada kelompok lain yang tidak tercakup. Contoh yang disajikannya ialah kelompok yang memenuhi persyaratan hubungan sosial tetapi tidak mempunyai kesadaran jenis, dan kelompok yang anggotanya bukan per-seorangan melainkan kelompok. Dikemukakannya pula bahwa suatu jenis kelompok dapat beralih menjadi jenis kelompok lain. Contoh mengenai hal ini dapat kita cari dengan mudah: dalam suatu kelompok kemasyarakatan (misalnya: perempuan) dapat berkembang kelompok sosial (misalnya kelompok arisan ibu-ibu) dan kelompok asosiasi (misalnya organisasi perempuan seperti KOWANI atau Dharma Wanita). Kita dapat menyajikan data mengenai jumlah pasangan orang kembar di Indonesia, tetapi di sini pun ada brganisasi formal yang anggotanya terdiri atas orang kembar. Di kalangan para lanjut usia kita (suatu kelompok statistik) ada yang tergabung dalam kelompok asosiasi (seperti PEPABRI atau Warakawuri).

9.1.2. Klasifikasi Merton
Robert K. Merton merupakan salah seorang ahli sosiologi yang banyak menulis mengenai konsep kelompok. Dalam salah satu tulisannya Merton mendefinisikan konsep kelompok secara sosiologi sebagai "a number of people who interact with one another in accord with established patterns" (1965:285)--sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah
mapan.

Merton (1965:285-286) menyebutkan tiga kriteria objektif bagi suatu kelompok. Pertama, kelompok ditandai oleh sering terjadinya interaksi. Kedua, pihak yang berinteraksi mendefinisi¬kan diri mereka sebagai anggota. Ketiga, pihak yang berinteraksi didefinisikan oleh orang lain
sebagai anggota kelompok.

Menurut Merton--dengan mengikuti pandangan tokoh sosiologi seperti Znaniecki atau Parsons--konsep kelompok harus dibedakan dengan konsep kolektiva (collectivities), yang didefinisikannya sebagai "people who have a sense of solidarity by virtue of sharing common values and who have acquired an attendant sense of moral obligation to fulfill role-expectations" (1965:29S). Dalam definisi ini tidak dijumpai unsur interaksi; kriteria yang ditonjolkan ialah adanya sejumlah orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang dimiliki serta adanya rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan.
Konsep lain yang diajukan pula oleh Merton ialah konsep kategori sosial (social categories). Kategori sosial adalah suatu himpunan peran yang mempunyai ciri sama seperti jenis kelamin atau usia. Antara para pendukung peran tersebut tidak terdapat interaksi.

9.1.3. Durkheim: Solidaritas mekanik dan solidaritas organik
Salah seorang ahli sosiologi awal yang secara rinci membahas perbedaan dalam penge¬lompokan ini ialah Durkheim. Dalam bukunya The Division of Labor in Society (1968) ia mem¬bedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanik, dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan ciri yang menandai masyarakat yang masih sederhana, yang oleh Durkheim dinamakan segmental. Dalam masyarakat demikian kelompok manusia tinggal secara tersebar dan hidup terpisah satu dengan yang lain. Masing¬-masing kelompok dapat memenuhi keperluan mereka masing-masing tanpa memerlukan bantuan atau kerja sama dengan kelompok di luarnya. Masing-masing anggota pada umumnya dapat menjalankan peran yang diperankan oleh anggota lain; pembagian kerja belum berkembang. peran semua anggota sama sehingga ketidakhadiran seorang anggota kelompok tidak mempengaruhi kelangsungan hidup kelompok karena peran anggota tersebut dapat dijalankan orang lain.

Dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan ialah persamaan perilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim seluruh warga masyarakat diikat oleh apa yang dinamakannya kesadaran kolektif, hati nurani kolektif (collective conscience)¬-suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, dan bersifat ekstern serta memaksa.
Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks¬ masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja yang rind dan dipersatukan oleh kesaling¬tergantungan antarbagian. Tiap anggota menjalankan peran berbeda, dan di antara berbagai peran yang ada terdapat kesalingtergantungan laksana kesalingtergantungan antara bagian suatu organisme biologis. Karena adanya kesalingtergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup masyarakat. Tidak berperannya tentara, misalnya, berarti bahwa masyarakat rentan terhadap serangan dari masyarakat lain; tidak berperannya petani akan mengakibatkan masalah dalam oroduksi dan penyediaan bahan pangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat.
Pada masyarakat dengan solidaritas organik in!, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif atau hati nurani kolektif (collective conscience) melainkan kesepakatan yang terjalin di antara berbagai kelompok profesi. Di sini pun hukum yang menonjol bukan lagi hukum pidana, melainkan ikatan hukum perdata. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan bersama maka yang berlaku ialah sanksi restitutif: si pelanggar harus membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian untuk mengembalikan keseimbangan ang telah dilanggarnya.

9.1.4. Tonnies: Gemeinschaft dan Gesellschaft
Tokoh sosiologi klasik lain--kali ini dari Jerman--yang juga mengulas secara rinci per¬bedaan pengelompokan dalam masyarakat ialah Ferdinand Tonnies. Dalam bukunya Gemeinschaft und Gesellschaft ia mengadakan pembedaan antara dua jenis kelompok, yang dinamakannya Gemeinschaft dan Gesel/schaft. Menurut Tonies:
All intimate, private, and exclusive living together. .. is understood as life in Gemeinschaft (community). Gesellschatt (society) is public life--it is the world itself. In Gemeinschaft with one's family, one lives from birth on, bound to it in weal and woe. One goes into Gesellschaft as on goes into a strange country (Tonnies, 1963:33-34).

Di sini Gemeinschaft digambarkannya sebagai kehidupan bersama yang intim, pribadi dan eksklusif; suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir. Tonnies, misalnya, menggambarkan ikatan pernikahan sebagai suatu "Gemeinschaft of life." Ia pun berbicara mengenai suatu Gemeinschaft di bidang rumah tangga, agama, bahasa, adat, yang dipertentangkannya dengan Gesellschaft dibidang ilmu atau perdagangan.
Tonnies membedakan antara tiga jenis Gemeinschaft. Jenis pertama, Gemeinschaft by blood, mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan. Gemeinschaft of place pada dasarnya merupakan ikatan yang berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal ser'ta tempat bekerja yang mendorong orang untuk berhubungan secara intim satu dengan yang lain, dan mengacu pada kehidupan bersama di daerah pedesaan. Jenis ketiga, Gemeinschaft of mind, mengacu pada hubungan persahabatan, yang disebabkan oleh persamaan keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur. Menurut Tonnies, Gesellschaft merupakan suatu nama dan gejala baru. Gesellschaft dilukis¬kannya sebagai kehidupan publik; sebagai orang yang kebetulan hadir bersama tetapi masing¬masing tetap mandiri. GesellschaR bersifat sementara dan semu. Menurut Tonnies perbedaan yang dijumpai antara kedua macam kelompok ini ialah bahw~ dalam Gemeinschaft individu tetap bersatu meskipun terdapat berbagai faktor yang memisahkan mereka, sedangkan dalam Gesellschaft individu pada dasarnya terpisah kendatipun terdapat banyak faktor pemersatu.
Tonnies mengemukakan bahwa Gemeinschatt ditandai oleh kehidupan organik, sedangkan Gesellschaft ditandai oleh struktur mekanik. Pendapat ini menarik, mengingat bahwa, sebagalmana telah kita lihat di atas, Durkheim menggunakan konsep yang sama untuk menggambarkan ciri kelompok yang berlawanan; menurut Durkheim kelompok segmental justru bersifat mekanik sedangkan solidaritas pada kelompok terdiferensiasi justru bersifat organik.

9.1.5. Cooley: Primary Group
Masalah perubahan dalam kualitas pengelompokan pun menarik perhatian ahli sosiologi dari Amerika. Pada tahun 1909 Charles Horton Cooley memperkenalkan konsep primary group, yang didefinisikannya sebagai kelompok yang "characterized by intimate face-to-face association and cooperation"--kelompok yang ditandai oleh pergaulan dan kerja sama tatap muka yang intim. Menurutnya ruang lingkup terpenting dari kelompok primer ini.adalah keluarga, teman bermain pada anak kecil, dan rukun warga serta komunitas pada orang dewasa. Dalam pandangannya pergaulan intim ini menghasilkan terpadunya individu dalam satu kesatuan sehingga dalam banyak hal did seseorang menjadi hidup dan tujuan bersama kelompok. Menurut Cooley keterpaduan, simpati dan identifikasi bersama ini diwujudkan dalam kata "kita" (lihat Cooley, 1909).

Menurut Ellsworth Faris (1937) kelompok primer dapat dipertentangkan dengan kelompok formal, tidak pribadi, dan berciri kelembagaan. Nama apa yang harus kita berikan bagi kelompok yang tidak merupakan kelompok primer itu? Faris mengemukakan bahwa sejumlah ahli sosiologi telah menciptakan konsep secondary group--suatu konsep yang tidak kita jumpai dalam karya
Cooley.

Faris melihat bahwa konsep kelompok primer yang diperkenalkan Cooley, yang mengandung unsur tatap muka, pengutamaan pengalaman terdahulu, serta perasaan kebersamaan yang terwujud dalam ungkapan "kita" mengandung berbagai persoalan. Sebagai contoh antara lain dikemukakannya bahwa beberapa orang kerabat yang mempunyai rasa kebersamaan dan keterpaduan namun tinggal di tempat yang berjauhan sehingga hanya dapat berhubungan dengan surat merupakan kelompok primer meskipun mereka tidak dapat berhubungan secara tatap muka. Faris pun mempertanyakan apakah suatu keluarga yang di dalamnya orang tua menindas anak-anak-mereka dapat dinamakan kelompok primer meskipuh syarat tatap muka dipenuhi karena perasaan "kita" yang menandai kebersamaan dan keterpaduan mungkin tidak dijumpai.

9.1.6. Sumner: In-Group dan Out-Group
Suatu klasifikasi lain, yaitu pembedaan antara in-group dan out-group, didasarkan pada konsep in-group yang diperkenalkan oleh W.G. Sumner (1940). Sumner mengemukakan bahwa "masyarakat primitif," yang merupakan kelompok kecil yang tersebar di suatu wilayah, muncul diferensiasi antara kelompok kita (we-group) atau kelompok dalam (in-group) dengan orang lain: kelompok orang lain (others-group) atau kelompok luar (out-groups). Menurut Sumner di kalangan anggota kelompok dalam dijumpai persahabatan, kerjasama, keteraturan dan kedamaian sedang¬kan hubungan antara kelompok dalam dengan kelompok luar cenderung ditandai kebencian, permusuhan, perang clan perampokan.

Menurut Sumner selanjutnya, perasaan yang berkembang pada masyarakat modern ialah patriotisme. Meskipun dalam masyarakat modern batas kelompok telah diperluas dan keanggotaan yang dijadikan acuan ialah kewarganegaraan, namun dalam patriotisme kesetiaan pada kelompok dan pimpinan kelompok serta perasaan etnosentrisme tetap dipertahankan. Setiap warga negara diharapkan berkorban untuk negaranya. Dalam pandangan Sumner patriotisme ini bahkan dapat berkembang menjadi chauvinisme.

9.1.7. Merton: Membership group dan Reference group.
Robert K. Merton memusatkan perhatiannya pada kenyataan bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok tidak berarti bahwa seseorang akan menjadikan kelompoknya menjadi acuan bagi cara bersikap, menilai maupun bertindak. Kadang-kadang perilaku seseorang tidak meng-acu pada kelompok yang di dalamnya ia menjadi anggota, melainkan pada kelompok lain. Pandangan Merton tercermin dalam kalimat berikut ini:
Reference groups are, in principle, almost innumerable: any of the groups of which one is a member, and these are comparatively few, as well as groups of which one is not a member, and these are, of course, legion, can become points of reference for shaping one's attitudes, evaluations and behavior (Merton, 1965:233).
Dari pernyataan Merton ini nampak bahwa kelompok acuan berjumlah sangat banyak, dan mencakup bukan hanya kelompok yang di dalamnya orang menjadi anggota melainkan juga sejumlah besar kelompok yang di dalamnya seseorang tidak menjadi anggota. Kelompok acuan yang berjumlah banyak tersebut menjadi acuan bagi sikap, penilaian dan perilaku seseorang.

Merton menekankan bahwa dalam berperilaku dan bersikap seseorang dapat menunjuk-kan konformitas pada kelompok luar (out-group)--pada aturan dan nilai kelompok lain. Ini berarti bahwa orang tersebut tidak mengikuti aturan kelompok dalamnya sendiri (nonconformity to the norms of the in-group. Lihat Merton, 1965:264
Merton pun membahas perubahan kelompok acuan manakala keanggotaan kelompok seseorang berubah. Menurut Merton gejala ini menarik, karena kedua peristiwa tersebut tidak berlangsung pada saat yang bersamaan; perubahan kelompok acuan sering mendahului perubahan keanggotaan kelompok. Seorang siswa kelas 3 SMU, misalnya, dalam berperilaku dan bersikap sering sudah berorientasi pada aturan dan nilai yang berlaku di kalangan perguruan tinggi meskipun secara resmi ia belum berstatus mahasiswa (belum berstatus anggota) dan masih menjadi siswa SMU. Perubahan orientasi yang mendahului perubahan keanggotaan kelompok seperti ini oleh Merton diberi nama sosialisasi antisipatoris (anticipatory socialization). Menurut Merton proses sosialisasi antisipatoris ini mempunyai dua fungsi: membantu diterimanya seseorang dalam kelompok baru, dan membantu penyesuaian anggota baru dalam kelompok yang baru itu.

9.1.8. Parsons: Variabel Pola
Tokoh sosiologi modern, Talcott Parsons, memperkenalkan perangkat variabel pola (pattern variables) yang oleh banyak ahli sosiologi sering dianggap sebagai salah satu sumbangan teoretisnya yang terpenting. Menurut Parsons variabel pola merupakan seperangkat dilema universial yang dihadapi dan harus dipecahkan seorang pelaku dalam setiap situasi sosial. Variabel pola ini memungkinkan dilakukannya perbandingan antara bermacam-macam kelompok, termasuk di dalamnya yang berada dalam kebudayaan lain (pembahasan tentang Parsons ini didasarkan pada Devereux, 1976:39-44.

Parsons mengidentifikasikan lima perangkat dilema: affectivity-affective neutrality, specificity¬diffuseness, universalism-particularism, quality-performance, self-orientation - collectivity¬
orientation. Dikotomi yang pertama, affectivity-affective neutrality mengacu pada dilema antara ada-tidaknya perasaan kasih sayang ataupun kebencian dalam suatu interaksi. Dalam hubungan antara pelaku yang terikat oleh pertalian kekerabatan ataupun ikatan pernikahan, sikap afektif dapat diharapkan; namun dalam hubungan antara atasan dan bawahan, antara guru dan murid, atau antara nasabah dan langganannya yang diharapkan ialah adanya affective neutrality-¬ketiadaan sikap afektif.

Specificity-diffuseness mengacu pada dilema antara kekhususan dan kekaburan. Dalam situasi interaksi antara orang tua dan anak, misalnya, kita sering menjumpai kekaburan (diffuseness); seorang anak yang melakukan kesalahan di suatu bidang tertentu-misalnya memecahkan piring di waktu makan pagi--mungkin akan dimarahi sepanjang hari, walaupun interaksinya dengan orang tuanya tidak ada hubungannya dengan kegiatan makan. Di pihak lain, kita mengharapkan akan menjumpai kekhususan (specificity) dalam situasi sekolah. Seorang siswa SMP yang ditegur guru karena memperoleh nilai buruk dalam ulangan mate-matika, misalnya, pada jam pelajaran berikutnya mungkin dipuji gurunya karena memperoleh nilai baik sekali dalam mata pelajaran biologi.

Dilema berikutnya, universalism-particularism, mengacu pada dilema antara dipakai-tidaknya ukuran universal. Universalism diharapkan akan dijumpai, misalnya, di lingkungan sekolah; setiap orang siswa diharapkan memperoleh perlakuan sama dari guru--siapa pun juga akan dipuji bila berprestasi dan dicela bila tidak berprestasi. Dalam situasi keluarga, di pihak lain, sering berlaku perlakuan khusus (particularism); seorang anak sering lebih diutamakan oleh orang tuanya daripada anak lain.

Dikotomi quality-performance mengacu pada situasi yang di dalamnya orang harus memutuskan apakah yang penting faktor yang dibawa sejak lahir ataukah suatu perangkat prestasi tertentu. Kalau dalam suatu hubungan faktor yang dibawa sejak lahir seperti jenis kelamin, usia atau hubungan kekerabatan lebih penting, maka hubungan diwarnai oleh kualitas. Namun bilamana dalam suatu hubungan yang dipentingkan ialah prestasi, seperti misatnya hubungan guru atau pelatih olahraga dengan para siswa mereka, maka hubungan tersebut diwarnai oleh prestasi.
Variabel pola terakhir, self-orientation dan collectivity-orientation menitikberatkan pada orientasi pelaku dalam suatu hubungan. Manakala dalam suatu hubungan seseorang berorientasi pada kepentingan diri-sendiri, seperti misalnya pada hubungan perniagaan, maka kita berbicara mengenai orientasi pada dirisendiri. Namun bilamana dalam suatu hubungan dijumpai orientasi pada kepentingan umum, yaitu dalam hal pelaku yang terlibat dalam institusi pelayanan--misalnya rohaniwan, dokter, pemadam kebakaran-maka kita berbicara mengenai orientasi pada kolektiva.

9.1.9. Geertz: Priayi, Santri, dan Abangan
Suatu klasifikasi yang digali Geertz dari masyarakat Jawa (khususnya masyarakat suatu kota di Jawa Timur serta daerah pedesaan di sekitarnya) ialah pembedaan antara kaum abangan, santri dan priayi (lihat Geertz, 1964). Meskipun klasifikasi ini banyak dikritik dan gejala yang diamati Geertz pun terjadi pada tahun 50-an dan 60-an sehingga kini telah-banyak berubah, namun pemikiran Geertz ini cukup penting untuk kita ketahui karena sering digunakan para ilmuwan untuk menjelaskan berbagai peristiwa di kala itu--terutama kehidupan politik kita di tahun-tahun menjelang terjadinya tragedi pada tahun 1965 berupa kudeta Gerakan Tiga Puluh September serta epilognya.

Menurut Geertz pembagian masyarakat yang ditelitinya ke dalam tiga tipe budaya ini didasarkan atas perbedaan pandangan hidup di antara mereka. Subtradisi abangan yang menurut Geertz diwarnai berbagai upacara selamatan, praktik pengobatan tradisional serta kepercayaan pada makhluk halus dan kekuatan gaib itu terkait pada kehidupan di pedesaan. Subtradisi santri yang ditandai oleh ketaatan pada ajaran agama Islam serta keterlibatan dalam berbagai organisasi sosial dan politik yang bernafaskan Islam dijumpai di kalangan pengusaha yang banyak bergerak di pasar maupun di desa selaku pemuka agama. Subtradisi ketiga, priayi, ditandai pengaruh mistik Hindu-Buddha prakolorrial maupun pengaruh kebudayaan Barat dan dijumpai pada kelompok elite "kerah putih" (white collar elite) yang merupakan bagian dari birokasi pemerintah. Dengan demikian Geertz melihat adanya keterkaitan erat antara ketiga subtradisi ini--abangan, santri dan priayi--dengan tiga lingkungan--desa, pasar dan birokrasi pemerintah.

Di tahun 50-an dan 60-an dijumpai suatu pengelompokan yang terdiri atas partai politik yang masing-masing mempunyai organisasi massa sendiri--suatu pengelompokan yang oleh Geertz dinamakan aliran (lihat Geertz, 1959). Di Jawa Geertz mengidentifikasikan empat aliran: PNI, PKI, Masyumi dan NU. Yang menarik ialah bahwa pola aliran tersebut kemudian dikaitkan dengan ketiga subtradisi Geertz; muncul pandangan bahwa ketiga subtradisi tersebut melandasi penge¬lompokan aliran. Menurut pendapat ini aliran berhaluan Islam didukung oleh kaum santri, PNI berintikan kaum priayi, dan PKI didukung oleh kaum abangan.
Sebagaimana telah disebutkan, klasifikasi Geertz telah memancing berbagai reaksi. Harsja W. Bachtiar (1973), misalnya, menemukan beberapa masalah dalam klasifikasi Geertz ini. Harsja Bachtiar antara lain mengemukakan bahwa Geertz tidak secara tegas mengemukakan apakah klasifikasinya merupakan klasifikasi budaya ataukah klasifikasi kelompok. Sebagai klasifikasi kelompok, pembagian Geertz ini menurut Harsja Bachtiar tidak memadai karena besarnya kemungkinan tumpang tindih. Dari segi ketaatan pada ajaran agama Islam, misalnya, seorang priayi dapat diklasifikasikan sebagai santri atau abangan.

9.2. Organisasi Formal
Weber memusatkan perhatian pada organisasi formal dalam masyarakat modem. Menurut¬nya dalam masyarakat modern kita,menjumpai suatu hubungan kekuasaan rasional-legal--suatu sistem jabatan modern (modern officialdom) yang dijumpai baik di bidang pemerintahan maupun di bidang swasta. Sistem jabatan ini dinamakan birokrasi (bureaucracy), yang berarti pengaturan atau pemerintahan oleh pejabat (lihat Giddens, 1989:277). Menurut Reinhard Bendix organisasi birokrasi yang disebutkan Weber mengandung sejumlah prinsip (lihat Bendix, 1960:418-419), yaitu (1) urusan kedinasan dilaksanakan secara berkesinambungan, (2) urusan kedinasan didasarkan pada aturan dalam suatu badan administratif, (3) tanggung jawab dan wewenang tiap pejabat merupakan bagian dari suatu herarki wewenang, (4) pejabat dan pegawai administratif tidak memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas, (5) para pemangku jabatan tidak dapat memperjualbelikan jabatan laksana milik pribad-i, dan (6) urusan kedinasan dilaksanakan dengan menggunakan dokumen tertulis.

9.3. Kelompok Formal Dan Kelompok Informal
Suatu gejala yang menarik perhatian banyak ilmuwan sosial ialah adanya keterkaitan antara kelompok formal dan kelompok informal. Segera setelah seseorang menjadi anggota organisasi formal seperti sekolah, urniversitas, perusahaan atau kantor, ia sering mulai menjalin hubungan persahabatan dengan anggota lain dalam organisasi formal tersebut sehingga dalam organisasi formal akan terbentuk berbagai kelompok informal, seperti kelompok teman sebaya, kelompok yang tempat tinggalnya berdekatan, kelompok yang bertugas dalam satu bagian kantor yang sama, kelompok yang lulus dari perguruan tinggi sama, kelompok yang lulus sekolah seangkatan dan sebagainya.

Hubungan antara organisasi formal dan kelompok informal dapat pula kita jumpai dalam bidang pekerjaan. Di satu pihak kita dapat menjumpai studi yang mengungkapkan bahwa hubungan persahabatan antara teman sekerja dapat memperlancar urusan kedinasan. Namun ada pula studi yang memperlihatkan adanya kesenjangan antara tujuan organisasi dengan tujuan kelompok informal; di kalangan sekelompok kaum buruh dapat terjalin kesepakatan untuk menetapkan sasaran produksi yang lebih rendah daripada sasaran produksi yang ditetapkan oleh perusahaan, atau--sebagaimana halnya dengan kasus absensi mahasiswa tersebut di atas--kesepakatan untuk menutupi ketidakhadiran seorang teman yang absen karena tidak masuk kerja, datang terlambat, atau pulang sebelum waktunya.

Pertanyaan :
1. Mengapa semangat anggota tentara Indonesia, yang menjadi tawanan musuh tidak luntur karena tekanan keras dalam masa tahanan atau propaganda musuh yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak mendukung-nya?
2. Andaikan anda ingin mengubah perilaku sekelompok orang, cara manakah yang lebih berkemungkinan untuk berhasil? : (1) mendekati langsung para individu untuk mengubah perilaku mereka, yang pada akhirnya akan mengubah perilaku kelompok?; atau (2) mengubah situasi atau cara kerja kelompok dengan pemikiran bahwa cara tersebut akan mempengaruhi perilaku para individu dalam kelompok tersebut?